Thursday, December 2, 2010

Produksi Pupuk Bersubsidi Turun

Kelangkaan pupuk selama musim tanam 2010/2011 nyaris tak terdengar. Bahkan, sampai akhir November 2010, stok pupuk jauh berlebih dari ketentuan yang digariskan oleh Menteri Pertanian. Realitas ini mendorong pemerintah merevisi kebutuhan pupuk untuk musim tanam 2010/2011

Sesuai dengan ketentuan pemerintah, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2010 untuk pupuk urea sebanyak 6 juta ton, pupuk SP 1 juta ton, ZA 950.000 ton, dan pupuk majemuk (NPK) 2,2 juta ton.

Namun, karena realisasinya lebih rendah dari ketentuan, maka melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2010, kebutuhan pupuk bersubsidi direvisi menjadi pupuk urea 4,931 juta ton, pupuk SP 849.000 ton, ZA 849.749 ton, dan pupuk NPK 2,1 juta ton.

Sebagai gambaran sederhana, realisasi penyaluran urea bersubsidi dari Januari-November 2010 mencapai 91 persen, yakni 3.081.086 ton, kebutuhan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian adalah 4.484.594 ton.

Muncul pertanyaan, kenapa pemerintah merevisi kebutuhan pupuk sedemikian besar? adakah kaitannya dengan penurunan produksi, ataukah ruang bagi penyelundup yang kian sempit?

”Semua asumsi itu tidak benar. Revisi itu bukan memberikan gambaran bahwa kegiatan tanam di sektor pertanian saat ini menurun atau penyelundupan yang berkurang,” kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti, Rabu (1/12) di Jakarta.

Revisi kebutuhan pupuk itu, menurut Bayu, karena ada beberapa faktor. Pertama, revisi dilakukan pemerintah seiring dengan realitas data penebusan pupuk yang menurun dibandingkan dengan alokasi awal yang digariskan pemerintah. Kedua, penggunaan pupuk majemuk dan organik dari tahun ke tahun oleh petani terus naik, seiring dengan program peningkatan kualitas tanah dan peningkatan produksi oleh pemerintah.

Ketiga, petani sendiri mulai menyadari soal penggunaan pupuk berimbang secara benar. Mereka tak lagi memakai pupuk urea, SP-36, dan ZA secara berlebihan untuk meningkatkan produksi karena kualitas tanah. Otomatis jumlah pupuk yang ditebus lebih rendah dari kuota.

”Semua ini yang membuat kebutuhan pupuk bersubsidi menurun. Jadi, tidak ada penurunan produksi. Bahkan, data produksi padi menunjukkan ada peningkatan sebesar 2,4 persen dari sebelumnya,” kata Bayu.

Pada tahun mendatang dipastikan kebutuhan pupuk urea, ZA, dan SP bersubsidi ini akan menurun seiring semakin meningkatnya kemampuan petani menggunakan pupuk berimbang, majemuk, dan organik.

”Petani akan makin cekatan untuk menggunakan pupuk sesuai dengan jenis tanah dan tanaman,” kata Bayu.

Jaminan pasokan

Oleh sebab itu, ujar Bayu, kini yang perlu ditegaskan adalah komitmen pabrik pupuk untuk memenuhi berapa pun kebutuhan pupuk untuk musim tanam mendatang. Hal ini penting untuk menjaga kepastian kegiatan tanam dan program peningkatan produksi pangan.

Atas permintaan itu, Direktur Pemasaran PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Holding, yang merupakan induk perusahaan BUMN pupuk, Bambang Tjahyono menegaskan, pabrikan pupuk menjamin kepastian pasokan.

Pihaknya menjamin kebutuhan pupuk bersubsidi, urea, NPK, ZA, SP-36, dan organik berdasarkan Permentan No 49/2010. Berdasarkan neraca stok secara nasional, posisi stok pupuk per 31 Desember adalah urea 616.625 ton, ketentuan stok sebesar 288.998 ton. NPK sebanyak 261.266 ton dan ketentuan stok hanya 112.412 ton. ZA sebanyak 69.966 ton dan ketentuan stok hanya 42.179 ton, dan SP-36 sebanyak 157.760 ton dan ketentuan stok 26.288 ton. Pupuk organik sebanyak 115.410 ton, sedangkan ketentuan stok 21.238 ton.

Terobosan baru

Data menunjukkan bahwa stok di lima pabrik pupuk, yakni PT Pusri, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Iskandar Muda, sangat mencukupi.

”Insya Allah, kami jamin pupuk untuk MT Desember 2010-Maret 2011 tercukupi. Dengan adanya revisi pupuk, pihaknya bisa merencanakan pengamanan kebutuhan dalam negeri dan peluang meningkatkan kinerja bisnis pabrik pupuk nasional lebih pasti,” katanya.

Kini menjadi perhatian besar pabrik pupuk adalah menekan biaya distribusi di tingkat petani pengguna pupuk. Selain mengupayakan kemudahan dan memotong jalur birokrasi penebusan pupuk, juga memungkinkan bagi distributor menebus pupuk kapan saja. Proyek percontohan penebusan 24 jam ini memang belum dilakukan di semua gudang pupuk, tetapi masih diujicobakan di beberapa wilayah.

Namun, yang sudah pasti adalah terobosan baru untuk meningkatkan pelayanan kepada petani dalam pengadaan pupuk bersubsidi melalui pengembangan kios pupuk lengkap (KPL) di seluruh Indonesia.

”Terhitung per 1 Desember 2010 semua kios resmi akan menjual KPL. Tidak ada lagi kios itu cuma menjual urea saja, NPK saja, atau ZA saja. Semua pupuk akan ada di semua kios lengkap. Jumlah stok di KPL pasti memadai karena telah dilakukan pemetaan pasar sejak jauh-jauh hari,” kata Bambang.

Kebijakan ini dilakukan sejak PT Pusri ditetapkan sebagai holding BUMN pupuk. Dengan demikian, pihaknya bisa menyinergikan pemasaran pupuk bersubsidi dari para BUMN pupuk dari lima pabrik.

”Kami mengambil langkah membentuk KPL sebanyak 52.112 unit di seluruh wilayah untuk mewujudkan sinergi antar anak perusahaan sehingga dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta tertib administrasi perusahaan,” kata Bambang.

Dengan adanya KPL itu, petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan membeli pupuk di kios-kios khusus pupuk. Kini cukup datang di satu kios seluruh kebutuhan bisa terpenuhi. Biaya transportasi untuk mencari pupuk bisa dihemat untuk kebutuhan tanam yang lainnya.

No comments:

Post a Comment