Tuesday, December 7, 2010

Kekurangan Pajak Akibat Korupsi Sebesar 118 Triliun Rupiah

Realisasi penerimaan pajak Direktorat Jenderal Pajak per 30 November 2010 mencapai Rp 487 triliun atau setara 80,7 persen dari target asumsi penerimaan dalam APBN Perubahan 2010. Itu berarti masih ada kekurangan penerimaan sebesar Rp 118,98 triliun.

Penyerapan anggaran belanja pemerintah yang rendah dikhawatirkan akan memengaruhi realisasi penerimaan pajak. Menurut Bank Indonesia, belanja pemerintah yang rendah perlambat pertumbuhan ekonomi.

”Penerimaan sudah Rp 487 triliun atau naik 15 persen dibandingkan penerimaan pada periode yang sama tahun 2009. Namun, waktu kami (untuk memenuhi 100 persen target APBN-P 2010) tinggal satu bulan lagi. Kami menunggu APBN dan APBD terealisasi. Saya sangat kepat-kepit (waswas) karena bergantung pada realisasi penyerapan anggaran. Kalau memang rendah, penyerapan pajak akan kena dampaknya,” kata Direktur Jenderal Pajak Mohammad Tjiptardjo di kawasan Gunung Geulis, Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Secara detail, total penerimaan Ditjen Pajak per 30 November 2010 (tanpa memperhitungkan PPh Minyak dan Gas) mencapai Rp 487,137 triliun atau naik 13,7 persen dari periode sama tahun 2009, yakni Rp 428,443 triliun. Realisasi itu setara 80,4 persen dari target APBN-P 2010 yang mencapai Rp 606,116 triliun.

Namun, jika PPh minyak dan gas (migas) diperhitungkan, total penerimaan pajak per 30 November 2010 mencapai Rp 533,574 triliun atau naik 12,5 persen dari periode sama pada 2009 sebesar Rp 474,095 triliun. Persentase ini setara 80,77 persen terhadap target APBN-P 2010, yakni Rp 661,498 triliun.

Untuk penerimaan setiap jenis pajaknya adalah PPh nonmigas Rp 264,084 triliun atau naik 13,1 persen dari periode sama tahun 2009 (Rp 233,542 triliun), hanya 86,1 persen dari target APBN-P 2010, yakni Rp 306,836 triliun.

Sementara penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 190,787 triliun atau naik 14 persen dari periode sama tahun 2009, yakni Rp 167,328 triliun. Setara 72,6 persen dari target APBN-P 2010, yakni Rp 262,963 triliun.

Penerimaan PBB dan BPHTB mencapai Rp 29,207 triliun atau naik 17,9 persen dari periode sama tahun 2009, yakni Rp 24,772 triliun. Setara 89,9 persen dari target APBN-P 2010, yakni Rp 32,474 triliun.

Realisasi penerimaan untuk pajak lainnya (antara lain penggunaan meterai) Rp 3,06 triliun atau naik 9,3 persen dari periode sama tahun 2009 sebesar Rp 2,8 triliun. Itu setara dengan 79,7 persen dari target APBN-P 2010, yakni Rp 3,841 triliun.

Adapun realisasi penerimaan PPh minyak dan gas mencapai Rp 46,437 triliun atau naik 1,7 persen dari periode sama tahun 2009, yakni Rp 45,561 triliun. Penerimaan itu setara 83,8 persen dari target APBN-P 2010, yakni Rp 55,382 triliun.

Insentif baru

Meskipun berat mengejar target penerimaan pajak, Tjiptardjo mengatakan, pemerintah masih memikirkan menambah lagi satu insentif perpajakan yang akan diberikan kepada industri tertentu yang dipilih secara hati-hati.

Insentif yang akan mengurangi penerimaan pajak ini nantinya menjadi penambah insentif bagi usaha tertentu di daerah tertentu yang sudah diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

UU itu telah diubah menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh. Aturan ini telah didetailkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2007 dan telah diubah menjadi PP Nomor 62 Tahun 2008. Atas ketentuan itu, wajib pajak yang menanamkan modal di bidang- bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional mendapatkan empat fasilitas perpajakan.

Pertama, pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30 persen dari penanaman modal. Kedua, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Ketiga, kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, pengenaan PPh atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10 persen, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.

”Pembebasan atau keringanan (tambahan) itu diatur peraturan menteri keuangan. Ini diusulkan MS Hidayat (Menteri Perindustrian) dan Gita (Gita Wirjawan/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal),” ujarnya

No comments:

Post a Comment