Demikian pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dan Peneliti Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman Institut Teknologi Bandung, Jehansyah Siregar, saat dihubungi terpisah, Minggu (17/4).
Jehansyah mengemukakan, masalah kepenghunian rumah susun yang berlarut-larut dan hendak diatur dalam RUU Rumah Susun hingga kini belum memberikan arah yang jelas tentang apa yang hendak dilakukan pemerintah dalam mengelola program rumah susun.
Pembentukan badan perumahan rakyat sangat diperlukan untuk membangun perumahan hingga mengelola kepenghunian. Badan tersebut memiliki kewenangan untuk menyediakan lahan, fasilitas, merencanakan penghuni, membangun, mengelola bangunan dan kawasan, serta bertanggung jawab terhadap aset negara tersebut. Lembaga ini juga membeli properti yang hendak dijual, mencari pembeli baru, dan pengendalian bank tanah.
Ali Tranghanda mengemukakan, masih banyak pemerintah daerah yang belum fokus pada penyediaan rumah di wilayahnya. Oleh karena itu, badan independen perumahan rakyat diperlukan untuk merencanakan desain besar perumahan dan operasional bersama dengan semua pemangku kepentingan perumahan.
”Pemerintah tetap berperan sebagai leader program perumahan rakyat, yakni pembuat kebijakan dan pemberi stimulus, tanpa banyak didikte pengembang,” ujarnya.
Menurut Jehansyah, perumahan perkotaan yang tumbuh cepat seiring dengan tingkat urbanisasi sangat membutuhkan pengaturan kepenghunian hak pakai. Ia mencontohkan penyediaan apartemen bagi warga negara asing memerlukan penerbitan hak pakai jangka panjang dan pengendaliannya untuk menghindari terjadinya liberalisasi.
Hak pakai juga diterapkan dalam rumah susun di atas aset tanah negara. Hal ini karena aset milik negara hanya boleh dipakai dan tidak boleh diberikan kepada warga.
No comments:
Post a Comment