”Kami sudah capai dengan wacana ini-itu. Makanya, kami memilih untuk berperang memperebutkan pasar lokal China. Di Indonesia mereka sudah mengusai 30 persen pasar mebel. Kami juga menargetkan hal yang sama,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Tjahyono di Jakarta, Kamis (28/4).
Menurut Ambar, pasar lokal China sangat menggiurkan. Jumlah penduduknya setara dengan jumlah penduduk 30 negara kecil-kecil di dunia ini. Di China, pertumbuhan orang kaya baru juga sangat pesat. Sama seperti di Indonesia, kalangan ini sangat royal dengan barang-barang impor. Karena itu, bidikan pasar Asmindo ke China adalah kalangan menengah ke atas.
”Kalau mau turun di segmen bawah jelas kami kalah karena harga mereka lebih murah. Sejauh ini penjualan mebel di lokal China lebih tinggi dibandingkan ekspor mereka. Penjualan di tingkat lokal mencapai 50 miliar dollar AS, sementara ekspornya hanya 35 miliar dollar AS,” ujarnya.
Di Indonesia, mebel asal China menguasai 30 persen pasar. Kebanyakan berada di luar Jawa. Mebel China terkenal murah karena dibuat dari panel atau serbuk kayu, yang hanya bertahan 3-5 tahun. Hal itu berbeda dengan mebel Indonesia, yang diproduksi dari kayu sehingga lebih tahan lama. Nilai penjualan mebel di tingkat lokal Indonesia tahun lalu tercatat 900 juta dollar AS. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan ekspor sebesar 2,8 miliar dollar AS.
”Penjualan di tingkat lokal kurang maksimal, terutama luar Jawa. Kendalanya adalah transportasi yang mahal sehingga harganya kurang kompetitif,” katanya.
Strategi perang itu akan diawali dengan kunjungan pada bulan Juni ke China, khusus untuk promosi. Pada bulan September mendatang, Asmindo akan kembali menggelar pameran Iffina untuk kedua kalinya di tahun ini. Pameran tersebut akan difokuskan untuk pembeli dari China. ”Kami butuh dukungan konkret dari pemerintah. Itu lebih baik dibandingkan wacana dan keluhan soal produk China,” kata Ambar.
No comments:
Post a Comment