Salah satu parameter yaitu belanja iklan para produsen. Pada tahun 2009, nilai belanja iklan mencapai Rp 145,1 miliar dan pada tahun 2010 menjadi Rp 201 miliar. Pada tahun ini diperkirakan ada kenaikan sebesar 39 persen. Iklan tersebut sebagian besar untuk promosi barang segmen menengah ke bawah.
Parameter lain adalah produk kelas menengah ke atas yang mulai dibeli kelompok menengah ke bawah. Tiga produk yang digunakan sebagai tolok ukur adalah keju, ikan dan daging beku, serta popok bayi. Pembelian produk-produk itu oleh kelas menengah bawah makin meningkat.
”Pabrik mulai memproduksi barang-barang yang praktis dan mudah dikonsumsi, seperti kemasan saset, dan harganya terjangkau,” kata Manajer FMCG Service PT Nielsen Teddy Lesmana di Jakarta, Selasa (19/4), menjelaskan strategi produsen untuk melayani permintaan kelas menengah ke bawah.
Untuk mendorong penjualan, produsen pun mengeluarkan belanja iklan lebih banyak, seperti produk popok yang pertumbuhan iklannya mencapai 70 persen pada 2010. Hal tersebut tertinggi dibandingkan produk keju (32 persen) dan makanan beku (39 persen).
Sementara itu, Executive Director of Client Leadership Nielsen Venu Madhav mengatakan, berbeda dengan konsumen kelas menengah ke bawah, konsumen kelas atas lebih mementingkan kebutuhan gaya hidup dan kesehatan.
Nielsen menyebutkan, sekitar 72 persen konsumen dengan penghasilan di atas pendapatan per kapita rata-rata lebih suka menghabiskan sisa uang yang dimiliki untuk ditabung.
Kebiasaan menabung tersebut membuat simpanan nasabah kelas premium di bank meningkat sebanyak Rp 291 triliun dalam setahun terakhir.
Temuan survei Nielsen Indonesia memperlihatkan, kelompok kelas menengah lebih berhati-hati dalam menghabiskan uangnya.
”Sekitar 79 persen kelas menengah telah mengubah cara pengeluaran dengan berhemat pada aspek pengeluaran rumah tangga. Hasil penghematan tersebut kemudian ditabung sebagai dana persiapan jika ada kebutuhan mendesak,” kata Managing Director The Nielsen Company Catherine Eddy.
Menurut dia, penghematan dilakukan pada komponen pengeluaran telepon (22 persen), bensin dan listrik (31 persen), baju baru (20 persen), dan hiburan di luar rumah (19 persen). ”Karakter penghematan tersebut tidak jauh berbeda dengan konsumen di Asia Pasifik pada umumnya. Namun, Indonesia lebih bagus karena di Asia Pasifik hanya 63 persen konsumen yang menabung,” katanya.
Data Nielsen tersebut selaras dengan fakta peningkatan simpanan nasabah kelas premium, yakni di atas Rp 500 juta. Total jumlah simpanan yang terdiri atas tabungan, giro, deposito, dan simpanan lainnya itu mencapai Rp 1.535 triliun per Februari 2011 yang terdiri dari 536.270 rekening.
Lebih dari setengah simpanan tersebut terdiri atas deposito, yakni Rp 843,851 triliun. Data Lembaga Penjamin Simpanan pada Februari 2010 menunjukkan, simpanan nasabah dengan nilai di atas Rp 500 juta mencapai Rp 1.244 triliun sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp 291 triliun dalam setahun.
Bank Dunia dalam laporan triwulanan beberapa waktu lalu juga memaparkan, pada tahun 2003, sekitar 81 juta jiwa berada pada kelompok pendapatan yang disebut sebagai kelas menengah. Pada tahun 2010, kelompok ini telah meningkat menjadi 131 juta jiwa. Sekitar 7 juta penduduk meningkat dari kelas penghasilan rendah ke penghasilan menengah setiap tahun selama periode tersebut.Baca juga: Survey Nielsen Untuk Prdouk Premium dan Fast Moving Consumer Good
No comments:
Post a Comment