Thursday, April 7, 2011

Perajin Hadapi Mebel Murah Dalam Perdagangan Bebas ASEAN-China

Di tengah upaya pemerintah mendorong peningkatan daya saing, terutama menghadapi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China, perajin mebel Jepara harus berjuang sendirian. Perbankan, yang selama ini dirasakan sulit mengucurkan dana segar, diharapkan mau menopang peningkatan permodalan.

Berbagai persoalan riil tersebut diungkapkan sejumlah perajin mebel di sentra mebel Jepara, Jawa Tengah, Kamis (7/4). Hampir sepanjang perjalanan memasuki kota ukir Jepara, truk-truk kontainer tampak terparkir di sejumlah titik untuk mengangkut berbagai mebel untuk diekspor. Ada pula truk-truk engkel dan sejumlah mobil pikap yang lalu-lalang mengirim mebel ke sejumlah kota.

Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Akhmad Fauzi mengatakan, ”Dalam kerangka ACFTA, China sesungguhnya bukan merupakan pesaing, tetapi menjadi negara tujuan ekspor yang potensial. Kalau produk mebel kita diadu dengan produk China yang menggunakan bahan baku tripleks, MDF, dan rotan sintetis, kita memang kalah. Tapi, kalau kayu solid, perajin Jepara tidak tertandingi”. Namun, Fauzi pesimistis karena daya saing perajin justru sudah tergerus oleh suku bunga kredit. China bisa menekan bunga kredit mencapai 2-3 persen, sementara perajin mebel Jepara harus dibebani bunga kredit 14 persen.

Persoalan tidak berhenti di aspek permodalan, perajin mebel juga harus menghadapi ketergantungan bahan baku pendukung impor, terutama dari China, seperti gagang pintu dan lemari, serta anak kunci. Penguatan nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat juga secara sistematis membuat margin perajin mebel yang berorientasi ekspor semakin kecil.

Bahan baku kayu dirasakan semakin mahal. Harga kayu jati satu meter kubik yang dahulu hanya Rp 2 juta, sekarang sudah mencapai Rp 5,8 juta. Kenaikan itu terjadi ketika Perhutani menaikkan harga, praktis kayu yang diperoleh dari hutan rakyat ikut terdongkrak naik.

Sutopo, pengusaha mebel ukir relief di Desa Senenan, Kecamatan Tahunan, Jepara, mengatakan, ”Dari harga kayu yang sudah mahal, kami harus memahat menjadi serupa lukisan kayu. Dengan tenaga kerja sekitar empat orang dan dikerjakan 2-4 bulan, serta harga jual yang tidak bisa tinggi, keuntungan yang saya peroleh tidak bisa maksimal. Kami hanya bisa bertahan.”

Darmi, perajin patung dan mebel seni Indah Jati, mengatakan, ”Hampir setiap minggu sebetulnya selalu ada pembeli, baik dari dalam negeri maupun asing. Tapi, sudah hampir tiga tahun ini banyak orang bank survei menjanjikan permodalan. Nyatanya, aplikasi dokumen diserahkan, semua bank tidak ada yang jelas tindak-lanjutnya disetujui atau tidak.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perajin Jawa Timur Liliek Endang dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Budi Setiawan di Surabaya mengatakan, gempuran berbagai macam produk impor, terutama dari China, mengakibatkan produk buatan dalam negeri terpinggirkan. Pelaku usaha, terutama sektor konfeksi, garmen, anyaman, dan keramik kesulitan menembus pasar lokal karena konsumen memilih produk impor.

Dari Slawi, Jawa Tengah, industri kerajinan sepatu dan sandal di sentra industri sepatu yang ada di Desa Pepedan dan Pagongan, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, semakin menurun. Hal itu akibat para perajin sulit bersaing dengan produk impor dan produk sejenis dari daerah lain

No comments:

Post a Comment