Thursday, April 7, 2011

Rupiah Semakin Digdaya Menghadapi Dollar Amerika Tahun 2011

Bank Indonesia mengakui penguatan nilai tukar rupiah sebesar 3,16 persen merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Meskipun demikian, BI tidak melihat perlunya ada kekhawatiran terhadap daya saing ekspor Indonesia karena penguatan tersebut terjadi bersamaan di Asia Tenggara.

”Tidak perlu ada kekhawatiran berlebih mengenai apresiasi nilai tukar rupiah karena kurs di negara-negara kawasan juga tengah menguat,” ujar Hartadi A Sarwono, Deputi Gubernur BI, seusai menghadiri pertemuan para Gubernur Bank Sentral se-ASEAN di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/4).

Nilai tukar rupiah relatif stabil terhadap dollar AS pada perdagangan kemarin. Nilai rupiah sempat melemah 15 poin menjadi Rp 8.675 per dollar AS. Namun, menjelang penutupan petang hari, nilai rupiah menguat dan kembali pada posisi hari sebelumnya, Rp 8.660 per dollar AS.

Kembali menguatnya nilai rupiah setelah melemah 15 poin karena banyak pelaku pasar lokal kembali membeli rupiah. Selain itu, pihak asing juga kembali melepaskan dollar AS mereka untuk memperoleh rupiah guna membeli sejumlah saham unggulan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saham-saham sektor pertambangan dan perbankan kembali menjadi incaran pemodal terutama asing. Saham industri otomotif juga akan menjadi incaran investor menyusul laporan penjualan mobil di Indonesia pada kuartal pertama 2011 akan meningkat.

Tak akan membiarkan

Menurut Hartadi, BI tidak akan membiarkan apresiasi nilai tukar rupiah berjalan terlalu cepat. ”Kami memiliki kebijakan agar tidak ada penguatan cepat, misalnya intervensi di pasar,” katanya.

Hartadi menuturkan, sebenarnya BI bisa saja mengintervensi untuk menahan laju apresiasi rupiah. Namun, langkah tersebut tidak dilakukan secara berlebihan karena negara-negara regional juga mengalami penguatan nilai tukar sehingga produk Indonesia relatif masih bisa bersaing.

”Kami menguat bersama- sama dengan nilai tukar di regional. Jadi, saya kira tidak terlalu mengkhawatirkan dampak daya saing dari produk ekspor Indonesia,” katanya.

Meskipun demikian, Hartadi menyadari bahwa level penguatan rupiah merupakan yang tercepat di kawasan. Sejak awal tahun hingga 24 Maret 2011, nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 3,16 persen. Hal ini tidak lepas dari arus modal asing yang terus masuk.

”Ini memang masalah global, terkait ketidakseimbangan perekonomian dunia. Prospek pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat baik. Sementara di AS atau Eropa masih memiliki permasalahan. Investor yang memiliki banyak dana pasti melirik Indonesia,” tuturnya.

Secara terpisah, Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, BI selalu memonitor kecepatan apresiasi penguatan nilai tukar rupiah. BI menyadari bahwa apresiasi kurs bisa berdampak terhadap penurunan daya saing ekspor. ”Kami juga melakukan berbagai hal untuk menahan agar pergerakan rupiah tidak terlalu cepat dan volatile (berfluktuasi),” ujarnya

No comments:

Post a Comment