Friday, April 8, 2011

Pemerintah Mendukung Apresiasi Rupiah

Meskipun nilai tukar rupiah menguat 7,56 persen dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 yang ditetapkan Rp 9.250 per dollar Amerika Serikat, pemerintah tidak mengkhawatirkan apresiasi itu. Kementerian Keuangan justru mendukung penguatan rupiah tersebut karena akan meringankan beban anggaran yang terkait dengan belanja dalam dollar AS, termasuk pembayaran bunga utang.

”Nilai tukar rupiah saat ini ada di posisi Rp 8.600-8.700 per dollar AS. Terkait dengan anggaran kami, asumsi nilai tukar ditetapkan Rp 9.250 per dollar AS (terapresiasi 7,59 persen). Namun, kita harus melihat pengalaman pada 2010, di mana apresiasi rupiah hanya 4,4 persen. Jadi, dibandingkan dengan tahun ini, rupiah tergolong normal,” ujar Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowardojo di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/4) di sela-sela Pertemuan Ke-15 Menteri-menteri Keuangan ASEAN.

Antara melaporkan, kurs rupiah terhadap dollar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Jumat sore, naik mendekati level Rp 8.600 per dollar AS karena aksi beli rupiah oleh pelaku asing makin besar.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik 32 poin menjadi Rp 8.643 per dollar AS dibanding hari sebelumnya yang senilai Rp 8.675 per dollar AS.

Bank Indonesia mengakui penguatan rupiah merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara (Kompas, 8/4). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menegaskan, penguatan nilai rupiah ikut berkontribusi pada merendahnya laju inflasi. Atas dasar itu, BPS memperhitungkan pada April 2011 masih akan terjadi deflasi, seperti pada Maret 2011.

Standard & Poor’s

Secara terpisah, seperti dikabarkan Reuters, lembaga pemeringkat utang Standard & Poor’s Ratings Services telah menaikkan peringkat utang Indonesia, terutama utang yang diterbitkan pemerintah, dari BB ke BB+. Kenaikan peringkat ini berlaku pada utang jangka panjang yang diterbitkan dalam bentuk nilai tukar asing.

Hal itu terjadi setelah Standard & Poor’s menempatkan perekonomian Indonesia dalam prediksi (outlook) positif sehingga memberikan sinyal pada kenaikan peringkat utang lebih lanjut.

”Peringkat utang bisa saja dinaikkan lagi jika laju inflasi dapat dijinakkan dan peningkatan neraca terus dilakukan. Itu perlu dikombinasikan dengan implementasi agenda reformasi administrasi fiskal dan struktural,” ujar analis Standard & Poor’s, Agost Benard.

Agost mengatakan, kenaikan peringkat utang ini merefleksikan perkembangan dalam neraca pemerintah dan likuiditas eksternal.

Yang menjadi penghambat kenaikan peringkat utang, antara lain, adalah pendapatan per kapita yang masih rendah, masih ada hambatan kelembagaan dan struktural dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, serta inflasi yang relatif lebih tinggi.

No comments:

Post a Comment