Friday, April 29, 2011

Kusnodin Pengusaha Kerajinan Tangan Dari Kaleng Bekas Yang Sukses

Berikan kaleng bekas ke Kusnodin (50) dan ia pun akan menyulap kaleng tadi menjadi aneka burung dan hewan berwarna-warni. Hewan dan burung-burung yang indah itu pun kini ”terbang” ke beberapa negara sebagai produk ekspor dari Indonesia. Amanda Putri nugrahanti

Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 3 Desember 1960, itu mengakui bahwa mengawali usaha kreasi kaleng bekas secara tidak sengaja. Pada 1985, saat ia masih berprofesi sebagai sopir angkot, dia melihat kotak peralatannya yang bolong akibat dikerat oleh tikus.

Kusnodin putar otak bagaimana dia bisa menutup lagi lubang pada kotak peralatan itu. Pikirannya pun tertuju pada kaleng bekas biskuit. Kaleng pun dipotong sebagian untuk menutup lubang tadi.

”Sisa kaleng biskuit tadi masih banyak. Daripada kaleng dibuang yang malah bisa melukai orang, saya berpikir bagaimana memanfaatkannya,” kata Kusnodin saat pameran produk karyanya di Pasar Imlek Semawis, Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Kebetulan di rumahnya di Dusun Pongangan, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ada hiasan burung merak yang sudah rusak. Hiasan burung merak ini bisa diperbaiki menggunakan kaleng biskuit sisa tadi.

Akhirnya, kaleng bekas itu dipotong menjadi lembaran dan digunting menyerupai sisir lembut, jari-jarinya disiplin dengan tang dan ditempel di badan burung merak. Hasilnya, burung merak yang sudah rusak itu memiliki bulu baru dari kaleng bekas yang sudah mendapat sentuhan tangan Kusnodin.

Kusnodin membutuhkan waktu hingga satu bulan untuk menyelesaikan proyek meraknya yang dikerjakan di waktu luangnya sebagai sopir angkot. Setelah proyek perbaikan ini selesai, burung meraknya pun dibeli oleh temannya Rp 25.000.

Dari pengalaman yang berawal dari iseng memperbaiki kota perkakas dan memperbaiki hiasan burung merak, ayah dua anak tersebut mulai tertarik membuat kerajinan dari kaleng bekas.

Maka, sepanjang periode 1985-1989, ia membuat kerajinan dari kaleng sambil tetap menjadi sopir angkot. Apalagi, setelah pemerintah setempat memberinya modal Rp 500.000, Kusnodin pun semakin bersemangat.

Kaleng dari pemulung

Kaleng-kaleng bekas diperoleh Kusnodin dari pemulung. Adapun kaleng yang digunakan untuk kerajinan adalah kaleng bekas tiner atau kaleng bekas biskuit yang ketebalannya sekitar 0,2 milimeter.

Karena rajin mengikuti pameran yang menjajakan produk karyanya, pesanan burung pun semakin banyak berdatangan. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi sopir angkot dan sepenuhnya berkonsentrasi pada usaha barunya yang diberi nama ”Karya Baru”.

Dari membuat sendiri, ia kini dapat merekrut hingga 100 karyawan untuk membantunya. Dalam satu bulan, ”Karya Baru” bisa menghasilkan 3.500-5.000 ekor burung dari kaleng-kaleng bekas yang lebih sering dicampakkan begitu saja.

Untuk hiasan burung berukuran kecil dengan tinggi sekitar 20 sentimeter, Kusnodin mematok harga sekitar Rp 115.000-Rp 200.000 per unit. Kemudian, semakin besar ukurannya dan semakin rumit pembuatannya, harganya pun semakin tinggi.

Ia juga membuat replika harimau yang bulunya disusun dari kaleng bekas. Harga harimau itu mencapai Rp 18 juta. Tingkat kesulitannya tinggi sehingga ia membutuhkan waktu enam bulan untuk membuatnya.

”Pokoknya semua hewan yang berbulu bisa saya buat. Harganya bergantung pada tingkat kesulitan,” ujar Kusnodin.

Kalau warna kaleng yang digunakan sudah bagus, tidak ada lagi perlakuan tambahan. Namun, jika warna kurang sesuai, kaleng yang sudah berbentuk lembaran itu pun dicat sesuai dengan warna bulu yang diinginkan.

Dijual ke sejumlah negara

Untuk pemasarannya, menurut Kosnodin, kerajinan burung-burung tersebut dikirim ke beberapa gerai cenderamata di Candi Borobudur dan hotel-hotel di Yogyakarta.

Ada pula eksportir di Yogyakarta yang membuat burung-burung produksi Kusnodin ”terbang”, yakni berupa produk ekspor ke sejumlah negara, seperti Belanda, Italia, Australia, dan Singapura.

Dari sopir angkot yang berpenghasilan pas-pasan untuk kebutuhan dirinya dan keluarga sehari-hari, Kusnodin kini bisa membeli rumah, tanah, mobil. Dia juga bisa menguliahkan anaknya hingga lulus. Dia juga bisa menghidupi ratusan pekerja beserta keluarganya.

”Penghasilan saya sekarang 50 kali lipat daripada jadi sopir angkot,” tutur pria lulusan SMP I Tempuran, Magelang, tanpa mau merinci angkanya.

Ketekunan yang membuat Kusnodin terus eksis hingga saat ini. Beberapa kali usahanya pernah jatuh karena krisis ekonomi dan gempa Yogyakarta. Dia bahkan pernah menjual tanah dan mobilnya untuk menutup utang di bank.

”Saya hanya ingin menjaga kepercayaan bank. Walaupun habis-habisan, hasilnya, sekarang saya sangat mudah kalau mengajukan kredit ke bank,” ungkapnya.

Pascaerupsi Gunung Merapi, akhir tahun 2010, Kusnodin mengaku pesanan kerajinannya menurun. Namun, dia tetap optimistis. Baginya, setiap usaha pasti ada saat-saat sulit yang harus ditempuh. Ketekunan, kerja keras, menjaga kepercayaan dari pemesan merupakan kiat melewati berbagai saat sulit yang ada.

No comments:

Post a Comment