Aturan yang akan dituangkan dalam bentuk surat edaran atau peraturan Bank Indonesia itu dibahas bersama Asosiasi Kartu Kredit Indonesia. Kepala Biro Humas BI Difi Ahmad Johansyah kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/4), mengatakan, dengan aturan itu, penerbit kartu kredit harus memberikan kartu kredit sesuai kemampuan nasabah.
Pendapatan minimum pemilik kartu kredit pernah diatur BI, tetapi ditiadakan. ”Waktu itu, batasan dibebaskan untuk menumbuhkan industri kartu kredit. Tapi, sekarang kan industri sudah tumbuh, jadi akan kita atur lagi,” kata Difi.
Aturan yang pernah diberlakukan, pendapatan minimum setidaknya tiga kali upah minimum regional per bulan. Mengenai plafon maksimum, akan ditetapkan besarannya menggunakan persentase pendapatan.
Apabila telah ditetapkan dan diberlakukan, aturan tersebut tidak berlaku surut. Artinya, hanya berlaku bagi aplikasi kartu kredit baru yang diterbitkan setelahnya.
Soal larangan penggunaan pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit yang kolektibilitasnya macet atau diragukan, menurut Difi, sejauh ini masih diperbolehkan. Hal itu sesuai PBI 11/11/2009 dan Surat Edaran Nomor 11/10/DASP tahun 2009.
Kartu kredit termasuk alat pembayaran menggunakan kartu bersama-sama kartu anjungan tunai mandiri dan kartu debet. Data BI menyebutkan, jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia mencapai 13,574 juta kartu pada 2010. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2009, yang mencapai 12,259 juta kartu.
Stephen Liestyo, Direktur Perbankan Konsumer PT Bank Internasional Indonesia Tbk, seusai jumpa pers penerbitan obligasi subordinasi BII di Jakarta, Kamis (14/4), mengatakan, bank belum siap jika penagihan yang dilakukan oleh pihak ketiga jasa penagih dihilangkan. Alasannya, jasa penagihan itu merupakan wilayah kerja yang memerlukan keahlian khusus.
”Bank tidak memiliki ilmu khusus untuk menagih utang. Sekitar 90 persen staf penagihan dari penagih utang yang kami bayar dengan success fee,” ujar Stephen.
No comments:
Post a Comment