Monday, April 11, 2011

Usul Proteksi Terhadap Barang China Menguat

Kalangan pengusaha tekstil mendesak pemerintah segera menerapkan kebijakan pengamanan dan antidumping untuk produk pakaian jadi impor dari China. Kebijakan proteksi tersebut diberlakukan karena China menjual barang di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan di pasar lokal mereka.

”Untuk produk impor yang harganya mahal, kami tidak keberatan karena segmen mereka terbatas. Kalau barang dijualnya lebih murah, pemerintah wajib memberlakukan politik antidumping. Itu juga sebagai bentuk balasan karena mereka juga sudah menerapkan politik dumping,” kata Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Mintarjo Halim di Jakarta, Senin (11/4).

Menurut dia, pengamanan perdagangan diberlakukan jika ada lonjakan impor secara drastis. Bulan Januari-Maret, impor pakaian dari China jadi tercatat 33,6 juta dollar AS. Sepanjang tahun 2010, impor pakaian jadi tercatat 45,1 juta dollar AS atau sekitar 36 persen dari seluruh nilai impor pakaian jadi. Perlindungan diberlakukan dalam bentuk bea masuk.

”Untuk antidumping dilakukan jika ada penyelidikan yang membenarkan tuduhan dumping tersebut. Makanya, harus ada penyelidikan dulu apakah benar ada dumping atau tidak. Kami asosiasi juga telah bernegosiasi dengan asosiasi di China supaya persaingan tidak timpang,” katanya.

Mintarjo mengatakan, sebagai negara berpenduduk banyak, Indonesia menjadi incaran strategis China.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan, pihaknya segera memberlakukan pengaman untuk produk tekstil dan kawat. Tujuannya supaya industri dalam negeri terlindungi.

Sementara itu, pelaku usaha kecil menengah di sektor alas kaki menciptakan produk alternatif yang tidak dibuat China. Salah satunya, membuat sandal atau sepatu karakter dilengkapi boneka yang ternyata diminati konsumen domestik.

Menurut Ketua Asosiasi Perajin Sepatu dan Sandal Wedoro Sidoarjo, Jawa Timur, Hamin, di Surabaya, gempuran alas kaki dari China sangat memukul industri serupa di daerah ini. ”Sudah dua tahun terakhir ekspor alas kaki buatan perajin Wedoro berhenti secara total. Untuk menembus pasar domestik saja sulit karena produk impor lebih murah,” katanya.

Perajin yang masih bertahan 102 dari 500 unit usaha. Mereka bisa bertahan dengan memproduksi alas kaki sesuai pesanan. Order umumnya dari rumah sakit atau hotel. Pengerjaan alas kaki masih manual sehingga memungkinkan untuk menciptakan produk sesuai dengan selera pasar.

No comments:

Post a Comment