Hal itu diungkapkan Bambang Tjahjono, Direktur Pemasaran PT Pupuk Sriwidjaja (Persero)— selaku induk perusahaan pupuk nasional, Kamis (7/4) di Jakarta. Bambang menyatakan itu menanggapi pemberitaan soal kesulitan petani mengakses pupuk majemuk di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Bambang, data Pusri menunjukkan stok fisik pupuk NPK atau pupuk majemuk jenis granula (satu paket N, P, dan K dalam sebutir pupuk) merek Phonska di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta besar.
Di gudang Jawa Tengah, stok Phonska produksi PT Petrokimia Gresik itu mencapai 11.652 ton yang tersebar di 38 gudang, mulai dari Banjarnegara, Klaten, hingga Wonogiri.
Adapun stok pupuk majemuk jenis aduk merek NPK Kujang produksi PT Pupuk Kujang 1.700 ton yang berada di gudang Tegal dan Brebes.
Bambang mengatakan, selama ini pemasaran NPK Kujang tidak menjangkau wilayah di luar Tegal dan Brebes karena sebaran pupuk majemuk Kujang Jawa Tengah (Tegal dan Brebes), Jawa Barat, dan Banten.
Volume pupuk produksi pupuk Kujang setahun juga kecil, hanya 110.000 ton sehingga tidak memungkinkan untuk menjangkau banyak wilayah. Data Pusri juga menunjukkan, alokasi NPK 2011 mencapai 2,35 juta ton.
Menanggapi itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, petani tidak menyangsikan data Pusri soal stok pupuk majemuk yang banyak.
”Tapi itu kan pupuk NPK Phonska, jenis granula. Yang petani butuhkan pupuk NPK Kujang atau blending. Komposisi kedua jenis pupuk itu beda, begitu pula dengan bentuknya,” kata Winarno.
Menurut dia, selama ini tak ada pembatasan soal distribusi pupuk NPK. Tidak ada sistem zonasi, seperti halnya pupuk urea. Karena itu, produsen bebas menjual ke mana saja dan petani berhak memilih pupuk majemuk yang paling sesuai dengan karakteristik tanah, jenis tanaman, varietas, dan target produktivitasnya.
”Kalau petani perlunya pupuk NPK aduk, sementara yang ada granula. Biarlah petani yang menentukan pupuk yang terbaik bagi mereka. Karena petani yang mengeluarkan uang untuk biaya produksi, tentunya berharap mendapatkan produktivitas yang maksimal.
”Janganlah terlalu di atur- atur, apalagi kalau pengaturan itu dilakukan dengan target mengurangi jumlah pupuk yang harus digunakan petani,” kata Winarno.
Petani sulit
Menurut Winarno, kesulitan petani mengakses pupuk majemuk jenis aduk/campuran (blending) terjadi tidak hanya di Grobogan, tetapi juga di Klaten, Sragen, dan Ngawi.
Winarno juga mengkritisi rencana standardisasi pupuk majemuk. Meskipun pihak perusahaan induk (holding company) mengatakan baru rencana, pada kenyataannya sudah ada surat dari PT Pusri kepada anak perusahaannya, yakni PT Pupuk Kujang dan PT Pupuk Kaltim, untuk menghentikan produksi pupuk NPK campuran mulai akhir Mei 2011.
Sekretaris KTNA Jawa Tengah Agus Cahyono juga mengatakan, kesulitan mendapatkan pupuk majemuk jenis campuran juga dialami para distributor. Bahkan, truk pengangkut pupuk sampai harus menginap di gudang.
Peneliti senior bidang iklim dan lingkungan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Irsal Las, mengatakan, baik saat ini maupun yang akan datang, kebutuhan pemupukan untuk tanaman pangan, terutama padi, adalah mengacu spesifik lokasi.
Pemupukan spesifik lokasi dilakukan untuk mengejar peningkatan produktivitas. Selain itu, juga untuk memenuhi kebutuhan jenis tanaman, jenis tanah, dan unsur hara yang terkandung, serta juga varietas.
No comments:
Post a Comment