Pada tahun ini, para pengembang tetap optimistis sektor properti tetap tumbuh di tengah berbagai tekanan terhadap ekonomi bangsa. Kendati demikian, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI, Eddy Hussy, mengakui efek situasi 2014 yang sering disebut sebaga tahun politik. Tahun ini para investor akan wait and see sebelum mengambil keputusan investasi.
"Yang justru kami kuatirkan adalah kenaikan suku bunga kredit dan aturan BI tentang LTV," kata Eddy, Senin 27 Januari 2014. Karena itu REI memprediksi pertumbuhan industri realestate tahun ini turun, hanya 10 persen, lebih rendah dari tahun lalu yang tumbuh 17-20 persen.
Eddy mengkhawatirkan kenaikan suku bunga kredit dan aturan Bank Indonesia tentang LTV atau Loan to Value (nilai pinjaman) tadi berdampak besar. "Sekarang kondisi real-nya, bank sudah mulai menaikkan bunga KPR-nya dan itu sangat memukul daya beli," katanya.
Menurut dia, sejak diberlakukannya kebijakan Bank Sentral mengenai pengetatan pengajuan KPR, penjualan properti turun hingga 30 persen. Kebijakan pengetatan pengajuan KPR sangat mempengaruhi pembangunan rumah menengah ke atas sehingga pengembang di kota-kota besar seperti di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, menurun.
Oleh karena itu, kata Eddy, REI tetap meminta agar BI dapat mempertimbangkan kembali penerapan kebijakan tersebut. "REI tidak minta dibatalkan, tetapi lebih dipermudah, misalnya dalam penetapan KPR inden," katanya.
Eddy mengatakan REI melihat beberapa pengembang sudah mulai mengevaluasi proyek-proyek tertentu. Terutama proyek yang memiliki banyak pembeli yang bermotif investasi atau yang harganya naik sangat cepat.
"Mereka yang punya uang akan menahan diri sesaat, sehingga harga tidak bisa lagi naik cepat seperti dulu," katanya. Pengembang, kata dia, akan menyiasati kondisi ini dengan membuat produk yang pas sesuai kebutuhan pasar dari sisi harga, ukur an, dan pola pembiayaan.
No comments:
Post a Comment