Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah di Surakarta dinilai belum memberi kontribusi berarti bagi pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). "Pembiayaan perbankan syariah sekitar 5 persen dari total pembiayaan. Jadi masih sangat kecil," kata Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Surakarta Wisnu Untoro di Surakarta, Kamis, 23 Januari 2014.
Menilik data Bank Indonesia, untuk kinerja perbankan per November 2013 mencapai Rp 46 triliun. Dari angka itu, pembiayaan perbankan syariah tercatat Rp 3,474 triliun. Dan khusus BPR Syariah hanya Rp 133 miliar.
Wisnu menilai minimnya pembiayaan UMKM oleh perbankan syariah, khususnya BPR Syariah, karena masyarakat menganggap perbankan syariah tidak beda dengan perbankan konvensional. "Istilahnya hanya ganti kulit," ucapnya.
Untuk itu, dia mendorong perbankan syariah dan BPR Syariah mengedepankan prinsip-prinsip pembiayaan syariah. Misalnya, menggenjot model pembiayaan musyarakah, yaitu perjanjian kerja sama di mana ada untung dan kemungkinan rugi. "Model musyarakah jarang dipakai perbankan syariah. Padahal banyak yang menginginkannya," katanya. Dia berharap jangan sampai ada kesan perbankan syariah hanya ingin untung tapi tidak mau rugi.
Sekretaris Asosiasi Bank Syariah Indonesia Surakarta Basrawi Yudi Nugroho mengakui kehadiran BPR Syariah baru sebatas melengkapi pembiayaan dari perbankan konvensional, perbankan syariah, dan unit usaha syariah. "Belum bisa menggantikan model pembiayaan sebagai sebuah alternatif," ucapnya.
Dia menilai sebenarnya BPR Syariah bisa lebih luwes dalam memberi pembiayaan ke UMKM lewat berbagai skema. Misalnya, model musyarakah yang diyakini memperluas kemungkinan kemitraan antara wirausaha dan pemilik modal. Model lain yaitu pendampingan kepada UMKM dengan membagi ilmu tentang produksi, pemasaran, dan pengelolaan keuangan. Juga memanfaatkan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk pembiayaan UMKM.
"Seiring pertumbuhan ekonomi, BPR Syariah harus memperkuat sektor UMKM dengan cara-cara tersebut," ucapnya. Dia mengatakan bidang garapan BPR Syariah seperti perdagangan dan industri rumah tangga. Sekretaris Asosiasi Bank Syariah Indonesia Surakarta, Basrawi Yudi Nugroho menyatakan kehadiran Bank Perkreditan Rakyat Syariah selama ini baru sebatas melengkapi pembiayaan dari perbankan konvensional, perbankan syariah dan unit usaha syariah.
“Belum bisa menggantikan model pembiayaan sebagai sebuah alternatif,” ucapnya di sela Seminar Perbankan Islam, Peran dan Kontribusi BPR Syariah untuk UMKM di aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta, Kamis, 23 Januari 2014.
Pernyataan ini menanggapi penilaian bahwa selama lima tahun belakangan pembiayaan BPR Syariah di Surakarta ke UMKM sangat kecil. Pembiayaan dari perbankan syariah yaitu bank umum syariah atau unit usaha syariah hanya sekitar 5 persen dari total pembiayaan perbankan di Surakarta.
Namun, Basrawi menilai BPR Syariah lebih luwes dalam melakukan pembiayaan ke UMKM lewat berbagai skema. Misalnya model musyarakah yang diyakini memperluas kemungkinan kemitraan antara wirausaha dengan pemilik modal. “Karena ada skema sama-sama menikmati untung dan menanggung kerugian sesuai modal yang disetor,” katanya.
Model lain yaitu pendampingan kepada UMKM dengan membagi ilmu tentang produksi, pemasaran, dan pengelolaan keuangan. Juga memanfaatkan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk pembiayaan UMKM.
“Seiring pertumbuhan ekonomi, BPR Syariah harus memperkuat sektor UMKM dengan cara-cara tersebut,” ucapnya. Dia mengatakan bidang garapan BPR Syariah seperti perdagangan dan industri rumah tangga.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Surakarta Arif Nazaruddin mengatakan UMKM menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Terlebih 98,88 persen usaha di Indonesia berupa UMKM. “Sumbangannya ke produk domestik bruto mencapai 33 persen,” katanya.
Karena tidak bisa menyalurkan permodalan secara langsung, Bank Indonesia menggunakan model pengembangan klaster untuk mendorong pertumbuhan UMKM. Klaster UMKM dapat meningkatkan produktivitas, memacu inovasi, dan merangsang tumbuhnya bisnis baru.
No comments:
Post a Comment