Seperti halnya WIIM, SIDO juga memiliki histori yang cukup panjang, yakni berdiri dan beroperasi sejak 1970. Kini usianya sudah mencapai 43 tahun. Jika dihitung sejak pendiri perusahaan, Ibu Rahkmat Sulistio, membuka usaha pembuatan jamu di rumahnya pada 1940, maka usia SIDO adalah 73 tahun.
Dengan track record kinerja yang panjang serta kualitas produk menembus pasar mancanegara, maka seharusnya SIDO sudah merupakan perusahaan berskala besar dengan posisi saldo laba yang juga tak kecil.
Namun, pada laporan keuangan terakhir per 31 Juli 2013, posisi saldo laba SIDO tercatat sebesar Rp228 miliar, kecil dibanding nilai modal disetor sebesar Rp1,4 triliun. Pada 2011, posisi saldo laba SIDO mencapai Rp440 miliar, sementara modal disetornya hanya Rp36 miliar.
Pada 2012, pemilik perusahaan yakni Keluarga Sulistio mengambil dividen dalam jumlah besar dari perusahaan, kemudian menyetornya kembali ke perusahaan dalam bentuk modal disetor sebesar Rp1,1 triliun (sehingga modal disetor SIDO melonjak menjadi Rp1,4 triliun).
"Lalu dari mana pihak pemilik memiliki dana sebesar Rp1,1 triliun tersebut? Ya kemungkinan besar dari akumulasi perolehan dividen atas SIDO itu sendiri di masa lalu," tutur Teguh. Keluarga Sulistio tidak memiliki usaha lain diluar SIDO dan mereka bukan tipikal grup usaha yang sering melakukan leverage, melainkan hanya mengelola perusahaan, yakni bikin jamu Tolak Angin, kemudian menjualnya.
Jika SIDO bisa mencetak rata-rata pertumbuhan laba sebesar 20% saja dalam satu dekade, kedepan nilai riil SIDO bisa jadi jauh lebih besar dibanding nilai buku alias aset bersihnya. Sebenarnya, CAGR laba bersih SIDO sejak 2009 hingga 2012 adalah 60%, alias luar biasa. Sayang, penulis menganggap bahwa SIDO akan bisa mempertahankan pencapaian tersebut dalam satu dekade ke depan, karena akan ada banyak peristiwa yang terjadi dalam 10 tahun tersebut, sehingga angka rata-rata pertumbuhan sebesar 20%.
Jika dibanding dengan WIIM, SIDO juga lebih mapan, terlihat dari kebijakan dividen perusahaan. SIDO akan membagikan dividen sebesar minimal 20% laba bersih setiap tahun, sementara WIIM akan membagikan dividen maksimal 30% dari laba bersih.
"Ini artinya, jika Anda menyukai dividen, maka boleh pilih SIDO. Sementara jika anda menyukai perusahaan yang lebih berpeluang untuk tumbuh secara signifikan, maka WIIM lebih cocok," katanya.
Saat ini, WIIM tengah menangani banyak proyek untuk menjadi perusahaan rokok yang lebih besar dari sebelumnya. Terlihat dari kapasitas produksi rokok sudah mencapai 3,5 miliar batang per tahun dan masih terus meningkat, dari sebelumnya 2,5 miliar.
SIDO juga tidak mau kalah. Perusahaan berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi Jamu Tolak Angin hingga 100% alias dua kali lipat pada 2015.
"Jika kita lebih melihat faktor tingkat kemapanan perusahaan sebagai pertimbangan utama pengambilan keputusan, maka SIDO jelas lebih baik karena perusahaan juga tidak memiliki pesaing yang berarti jika mereka hendak memperluas usahanya, dan berbeda dengan WIIM yang notabene hanya pemain kecil jika dibanding trio HM Sampoerna, Gudang Garam, hingga Djarum," ungkap Teguh.
Tapi bagaimana dengan valuasi sahamnya? Dalam hal ini, WIIM yang lebih baik. Pada kuartal III 2013, posisi ekuitas WIIM tercatat Rp760 miliar. Sementara pada harga saham Rp650, market cap WIIM adalah Rp1,3 triliun. Artinya, PBV 1,8 kali.
"Angka ini terbilang sangat murah untuk ukuran saham consumer goods, dan hanya bisa dikalahkan oleh Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA). Tetapi WIIM jelas lebih memiliki sejarah dibanding AISA yang benar-benar masih merupakan start-up company," tegasnya.
Sedangkan SIDO? Posisi ekuitas SIDO pasca IPO adalah kurang lebih Rp2,5 triliun. Dengan harga saham Rp760, maka market cap SIDO adalah Rp11,4 triliun. Artinya, PBV 4,6 kali.
"Valuasi SIDO ini mungkin tidak bisa dijustifikasi sebagai mahal karena Kalbe Farma (KLBF) lebih mahal lagi dan valuasi SIDO juga tidak bisa disetarakan dengan WIIM karena fundamentalnya secara keseluruhan lebih bagus," terangnya.
Menurut dia, WIIM dan SIDO sangat menarik untuk pilihan investasi tidak hanya karena keduanya merupakan perusahaan consumer, memiliki nama besar, dan kinerja historis baik.
"Jika anda termasuk yang concern pada faktor value, maka WIIM lebih menarik. Namun, jika dibandingkan dengan KLBF, maka jelas, SIDO lebih menarik," ujarnya.
No comments:
Post a Comment