Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi rata-rata kurs rupiah pada 2013 bakal berada di titik tengah antara Rp 10.414 - Rp 10.468 per dolar AS, yakni Rp 10.435 per dolar AS. Proyeksi tersebut di atas asumsi dalam APBN Perubahan 2013, yakni Rp 9.600 per dolar AS. Rata-rata kurs naik seiring dengan depresiasi kurs rupiah yang terus berlangsung. Mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia, rupiah berada di level Rp 12.105 per dolar AS pada Senin, 16 Desember 2013, dan melemah ke level Rp 12.151 per dolar AS, hari ini.
"Salah satu penyebab tekanan pada rupiah di bulan ini karena ada kebutuhan valas yang besar," kata Chatib dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR, Rabu, 18 Desember 2013.
Depresiasi kurs tersebut diakui Chatib berdampak pada anggaran subsidi bahan bakar minyak dan defisit anggaran 2013. Menurut perhitungannya, tiap depresiasi rupiah sebesar Rp 1.000, maka subsidi BBM naik sebesar Rp 20 triliun. Jika memperhitungkan kurs rupiah yang kini tembus Rp 12 ribu per dolar AS, subsidi bisa membengkak jadi Rp 50 triliun.
Sementara itu, defisit anggaran diprediksi naik Rp 5 triliun tiap kurs rupiah melemah Rp 1.000. "Kalau rupiah melemah Rp 2.000 tambahan defisit Rp 10 triliun," kata dia.
Hingga 29 November 2013, defisit anggaran tercatat sebesar Rp 162,8 triliun atau 1,73 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi Chatib, defisit anggaran saat tutup tahun mencapai Rp 225,5 triliun atau 2,41 persen dari PDB. Angka ini di atas APBN Perubahan 2013, yakni defisit Rp 224,2 triliun atau 2,38 dari PDB.
Dengan proyeksi baru tersebut, defisit rencananya dibiayai dengan pembiayaan dalam negeri dan luar negeri yang diproyeksi sebesar Rp 228,9 triliun hingga akhir tahun. Spekulasi pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Fed) masih menghantui pergerakan rupiah.
Di transaksi pasar uang hingga pukul 12.00 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran 12.000-12.126 per dolar Amerika. Menguatnya spekulasi pengurangan stimulus The Fed (tapering) membuat rupiah sulit untuk terapresiasi.
Ekonom dari PT Samuel Aset Manejemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan membaiknya data Amerika membuat probabilitas The Fed memutuskan tapering menjadi 50:50, pada pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) 17-18 Desember. "Untuk hari ini, rupiah diperkirakan berada di kisaran 12.000 hingga 12.200 per dolar."
Produksi di sektor industri Amerika untuk bulan November mencatat kenaikan 1,1 persen, atau di atas ekspektasi median analis yang 0,6 persen. "Perbaikan data ini mengindikasikan penguatan ekonomi AS dan perbaikan permintaan global, termasuk membaiknya ekonomi di Uni Eropa dan Cina," ujar Lana.
Meski tapering masih belum dapat dipastikan, pelaku pasar telah melakukan aksi jual pada perdagangan kemarin dan mengalami rebound hari ini. Namun, naiknya imbal hasil membuat pasar obligasi pemerintah Amerika terlihat terus mengalami aksi jual, karena pengurangan stimulus akan membuat The Fed mengurangi pembelian obligasi.
Dari dalam negeri, pemerintah kembali mengeluarkan aturan tata niaga mineral dan batu bara (minerba) tentang tata cara pemberian izin khusus sektor minerba. Implementasi UU ini membuat sektor minerba masih akan turun untuk tahun 2014.
Bank Dunia memperkirakan, aturan minerba ini akan membuat defisit transaksi berjalan masih di level 3,2 persen dari produk domestik bruto. "Sektor minerba menjadi andalan produk ekspor non-migas yang memberikan kontribusi sekitar 17-18 persen dari total ekspor non-migas," kata Lana.
No comments:
Post a Comment