Thursday, February 13, 2014

Bank Indonesia Pertahankan Rate 7.5 Persen

 Analis PT BNI Securities, Thendra Chrisnanda memperkirakan emiten perbankan yang bergerak di sektor mikro, kata dia, akan memiliki prospek pertumbuhan yang lebih baik ketimbang emiten yang bergerak pada usaha properti dan kredit korporasi. Imbas suku bunga acuan yang tinggi menyebabkan peluang terjadinya kredit macet di bidang kredit korporasi dan properti menjadi lebih besar. 

Di sisi lain, akibat biaya cicilan yang terjangkau, potensi gagal bayar di kredit mikro pun jadi relatif rendah. “Sebaiknya pelaku pasar menghindari portofolio emiten perbankan yang bergerak di bidang mikro dan properti,” ujar Thendra ketika dihubungi 13 Februari 2014. 

Menurut dia, investasi di sektor perbankan nasional masih akan cukup menarik karena margin laba perbankan nasional masih jauh di atas rata-rata margin laba perbankan regional. “Margin laba bersih perbankan di ASEAN yang berada pada rate 1 – 2 persen,” tuturnya. 

Tahun ini selain mendapatkan tekanan dari tingginya BI rate, kata Thendra, kinerja emiten perbankan juga tertekan oleh aturan pengetatan uang muka pinjaman (loan to value). Namun untuk kinerja keuangan 2013, sebagian emiten perbankan menunjukkan kinerja keuangan memuaskan. 

Senada Kepala riset PT Mega Capital Indonesia, Helen Vincentya juga pesimis prospek kinerja emiten perbankan akan membaik tahun ini, seiring dimulainya kebijakan moneter ketat. Sebab angka BI rate 7,5 persen relatif tinggi, sehingga akan menghambat laju penyaluran kredit perbankan. “Meskipun tetap akan tumbuh, namun jangan terlalu berharap pada emiten perbankan,” katanya. 

Dalam hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kamis, BI rate diputuskan tetap dipertahankan di level 7,5 persen dengan suku bunga lending facility 7,5 persen dan suku bunga deposit facility pada level 5,75 persen. Level BI rate 7,5 persen sudah berlaku empat bulan ini dan merupakan level tertinggi sejak April 2009. 

Keputusan bank sentral mempertahankan BI rate 7,5 persen sesuai dengan perkiraan lima ekonom yang sebelumnya disurvei Tempo. Keputusan itu mempertimbangkan inflasi di bulan Januari dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

No comments:

Post a Comment