Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) menyatakan bitcoin dan alat pembayaran virtual lainnya bukan alat pembayaran sah di Indonesia. Pernyataan ini disambut baik oleh operator bitcoin di dalam negeri. CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan mengatakan pernyataan BI tersebut bukan berarti bitcoin dilarang peredarannya di Indonesia. Selama ini, kata dia, sepertinya banyak pihak yang salah mengartikan pernyataan bank sentral tersebut.
"Kami ingin meluruskan saja, BI hanya menganggap bitcoin bukan alat pembayaran yang sah. Statement BI tidak melarang peredaran bitcoin," kata Oscar di Jakarta, akhir pekan lalu. Oscar memandang dengan terbitnya pernyataan BI soal bitcoin tersebut, maka akan berdampak pada berkembangnya penggunaan bitcoin di Tanah Air. Ini adalah angin segar bagi perkembangan dan penggunaan bitcoin.
"Menurut kami ini keputusan yang bijak dari BI. Kita sangat suprise dengan keputusan ini. Ini berarti bitcoin bebas beredar di Indonesia. Setelah ini ada kemungkinan peredaran bitcoin akan terus berkembang," ujar Oscar. Tanggal 6 Februari lalu, BI melalui Direktur Departemen Komunikasi Peter Jacobs menyatakan bitcoin dan mata uang virtual lainnya bukan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia.
"Masyarakat dihimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin danvirtual currency lainnya. Segala risiko terkait kepemilikan atau penggunaan Bitcoin ditanggung sendiri oleh pemilik atau pengguna Bitcoin dan virtual currency lainnya," kata Peter. Kehadiran bitcoin sebagai mata uang virtual menuai pro dan kontra. Bitcoin dianggap dapat mempermudah transaksi keuangan, akan tetapi transaksi dengan mata uang virtual ini juga dapat memunculkan risiko tindak pencucian uang.
Berbagai negara merespon berbeda akan kehadiran bitcoin di negaranya. Situs bit legal. net menggolongkan 3 (tiga) status legal atas bitcoin di berbagai belahan dunia dengan indikator warna. Negara yang diberi warna hijau berarti memperbolehkan bitcoin, kuning berti masih ada perdebatan, dan merah berarti melarang.
Rusia dan Islandia adalah negara-negara yang melarang penggunaan bitcoin. Menurut bank sentral Islandia, transaksi dengan bitcoin dianggap sebagai pergerakan modal ke luar negeri dan ilegal karena kontrol modal yang dilakukan di negara itu setelah runtuhnya sistem perbankan pada tahun 2008.
Adapun bank sentral Rusia memperingatkan bisnis yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran akan berpotensi dianggap terlibat dalam tindak pencucian uang atau pendanaan terorisme. Namun, transaksi dengan bitcoin di Rusia sangat besar dan sifatnya underground. "Rusia memang masuk kategori merah, tapi transaksinya sangat besar. Transaksi bitcoin disana mencapai 20 persen dari seluruh transaksi bitcoin di seluruh dunia," kata CEO Bitcoin Indonesia Oscar Dharmawan di Jakarta, Sabtu (15/2/2014).
Sementara itu, China, India, Thailand, dan Kazakhstan masih memiliki perdebatan soal bitcoin. Di China, misalnya, bitcoin beredar bebas dengan peringatan. Larangan diberlakukan untuk perusahaan-perusahaan, namun masyarakat diperbolehkan transaksi dengan bitcoin sebagai aktifitas perdagangan komoditas di internet.
Banyak negara merespon transaksi bitcoin dengan permisif, yang ditandai dengan status legal hijau. Di Amerika Serikat, bitcoin boleh beredar sebagai transaksi elektronik. Adapun di Singapura, bank sentral memutuskan tak ikut campur atas transaksi dengan bitcoin, tapi akan mengenakan pajak karena bitcoin dianggap komoditas.
Di negeri jiran Malaysia, bank sentral memperbolehkan transaksi dengan bitcoin. Akan tetapi, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dalam bertransaksi dan berinvestasi dengan mata uang virtual tersebut.
Berhubung mata uang yang sah yang digunakan di Indonesia adalah rupiah, Bank Indonesia mengategorikan bitcoin sebagai sebuah komoditas maya (virtual) yang bisa dijadikan alat barter. Sementara itu, setiap badan penyelenggara transaksi bitcoin harus mendaftarkan diri ke Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memudahkan pengawasan transaksi bitcoin.
Sebelumnya, Kamis (6/2/2014), Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan bahwa bitcoin ataupun mata uang digital lainnya tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran sah. Risiko terkait kepemilikan atau penggunaan bitcoin ditanggung sendiri oleh pengguna bitcoin (Kompas, 7/2/2014).
”Apa yang disampaikan Bank Indonesia itu berarti bahwa bitcoin tidak dilarang oleh pemerintah. Pemerintah hanya mengatakan bahwa risiko ditanggung setiap pengguna. Bitcoin pada dasarnya legal beredar di Indonesia. Kalau tidak dianggap sebagai mata uang, maka pengaturan bitcoin jatuh dalam kategori komoditas virtual,” kata Chief Executive Officer (CEO) Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan, Sabtu (15/2/2014), di Jakarta.
Menurut Oscar, bitcoin pada dasarnya hampir sama dengan emas. Bitcoin dapat digunakan sebagai alat investasi serta alat barter sebagaimana halnya emas. Bahkan, Oscar mengimbau agar pemerintah mengenakan pajak atas bitcoin sebagai sebuah barang/komoditas untuk meningkatkan pendapatan negara.
Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) yang ada di bawah BI akan terus fokus mengawasi potensi pergeseran sistem pembayaran dari model konvensional ke model baru. ”Ke depan, sistem pembayaran model virtual ini akan berkembang dan masyarakat perlu tahu bagaimana menggunakannya secara benar. Kami terus berdiskusi dengan komunitas pengguna sistem pembayaran virtual untuk tahu peredaran bitcoin dan alat tukar maya lainnya agar sedini mungkin dikontrol,” kata Ketua Komite ASPI Ery Punta.
No comments:
Post a Comment