PT Freeport Indonesia hari ini menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Antam Tbk (Persero) untuk melanjutkan studi kelayakan atas pembangunan pabrik pengolahan tembaga. Hal tersebut melanjutkan prastudi kelayakan untuk pembangunan smelterdan pemurnian tembaga per Januari lalu.
“Kerja sama ini guna memperinci studi kelayakan untuk tingkat selanjutnya," kata Direktur Utama Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto di gedung Antam, Senin, 10 Februari 2014. Menurut Rozik, studi kelayakan berlangsung selama tiga bulan. Dalam studi ini akan dibahas kemungkinan lokasi. Freeport memiliki tiga alternatif tempat di Jawa Timur, yaitu Gresik, kawasan dekat Pelabuhan Pelindo, dan Polowijo. "Satu lokasi lagi di Amamapare, Papua. Jadi ada kemungkinan empat lokasi dan kami akan tentukan setelah mempertimbangkan berbagai aspek," katanya.
Nilai investasi pabrik smelter tembaga tersebut diperkirakan US$ 2,2 miliar. Kapasitas produksinya 300 ribu ton, tiap inputdiperkirakan mencapai 1,2 juta ton. Rozik mengatakan nilai investasi tersebut diharapkan turun seiring dengan berjalannya studi kelayakan. Direktur Utama PT Antam Tato Miraza mengatakan alasan Freeport menggandeng Antam karena pengalaman perusahaan yang dipimpinnya cukup banyak dalam pengolahan tembaga. Menurut dia, kedua perusahaan belum membahas pembagian pembiayaan dalam pembangunansmelter karena masih dalam tahap studi kelayakan.
"Namanya ada peluang pasti kami manfaatkan. Concern kami yang lain adalah mengolahanode slime 500 ton," katanya. Dalam studi kelayakan tersebut, kedua perusahaan akan mengevaluasi kelayakan teknis, ekonomi, dan komersial dari pabrik peleburan tembaga tersebut. Selain itu, Freeport juga menyatakan komitmenya untuk memasok konsentrat bagi tiga perusahaan lain yang berencana membangun smelter. Ketiga pabrik tersebut adalah PT Nusantara Smelting, PT Indovasi Mineral Indonesia, dan PT Indosmelt. "Terhadap ketiga pabrik itu, kami juga mengadakan hubungan untuk mendukung pasokan konsentrat," kata Rozik.
Jika smelter Freeport dibangun di Jawa Timur, Rozik mengatakan kebutuhan listrik bisa dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara. Diperkirakan kebutuhan listrik smelter tersebut mencapai 75 megawatt. "Di Jawa Timur itu ada kelebihan pasokan listrik, jadi tidak ada masalah untuk pasokan listrik," katanya.
PT Freeport Indonesia menjawab singkat saat ditanya mengenai rencana pemerintah menerapkan ketentuan pembayaran jaminan 5 persen untuk pembangunan smelter. "Mohon maaf, kami tidak dalam posisi memberikan tanggapan untuk saat ini," ujar Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia Daisy Primayanti melalui pesan singkat kepada Tempo, Minggu, 9 Februari 2014.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan sistem deposito akan diimplementasikan agar smelter serius dibangun. "Buktinya, lima tahun tidak serius," katanya. Prosedur mengenai hal itu, kata dia, akan diterbitkan dalam waktu dekat. Susilo menuturkan akan ada peraturan mengenai ketentuan lokasi dan nominal penyimpanan dana.
Rencana pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai jaminan sebesar 5 persen dari investasi smelter dinilai baik. "Menurut saya, itu bagus karena memang banyak pengusaha yang hanya membeli konsesi tanpa melakukan kegiatan untuk eksplorasi," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan.
Menurut Mamit, dengan adanya jaminan semacam itu, pengusaha akan berkerja untuk menjalankan kegiatan serta segera berproduksi. Dengan begitu, ujar dia, dana yang tersimpan bisa dicairkan kembali. Ia menyebut banyak pengusaha melakukan jual-beli izin saja. "Sehingga mereka hanya sebagai broker," ucapnya.
Di sisi lain, kata Mamit, ketentuan mengenai jaminan ini akan memberatkan pengusaha, terutama pengusaha dengan modal kecil, karena uang tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk modal kerja. Meski demikian, ia mengatakan jaminan ini merupakan performance bond yang sudah lazim ada dalam industri minyak dan gas bumi (migas). "Apabila pengusaha tidak perform terhadap kontrak yang didapatkan, maka pemerintah bisa mencairkan dana tersebut menjadi kas negara," ujar Mamit.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan pemerintah sedang memformulasikan aturan jaminan keseriusan bagi perusahaan tambang yang hendak membangun smelter. Jaminan tersebut sebesar 5 persen dari nilai investasi smelter. "Kalau biayanya US$ 2 miliar, berarti jaminannya US$ 100 juta," kata Sukhyar.
Pemerintah akan terus menagih komitmen PT Freeport Indonesia untuk membangun smelter. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan pihaknya akan membuat skema perjanjian agar perusahaan tambang itu membangun pabrik pengolahannya sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara.
"Mereka harus ada komitmen dan menyerahkan roadmappembangunan smelter. Itu tidak bisa ditawar, pembangunansmelter adalah keharusan dalam UU," kata Susilo di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Parung Kuda, Sukabumi, Ahad, 9 Februari 2014. Namun dia tidak mau menjelaskan skema perjanjian pembangunan smelter yang dimaksud. "Nanti saya kasih tahu."
Jika Freeport membuktikan komitmennya dengan menyerahkan peta jalan (road map) pembangunan pabrik pengolahan, maka pemerintah akan memberikan izin bagi perusahan tambang itu untuk melakukan ekspor konsentrat sesuai dengan aturan yang berlaku. "Kalau tidak, mereka tidak boleh ekspor," ujarnya.
Sebelumnya pemerintah memberlakukan pajak progresif untuk perusahaan tambang yang melakukan ekspor konsentrat, yaitu berupa bea keluar (BK) 20-60 persen untuk ekspor tambang olahan dari tahun 2014 hingga 2017. Beleid itu banyak ditentang oleh pengusaha tambang. Bulan lalu, bos Freeport McMoran Copper & Gold Inc, Richard C. Adkerson, datang ke Indonesia untuk meminta penjelasan soal aturan itu. Dia mendatangi beberapa kementerian, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan. Namun pemerintah mengaku bergeming dan akan tetap meminta perusahaan-perusahaan tambang membangun smelterdi Indonesia.
No comments:
Post a Comment