Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, mengatakan akan mengumumkan kepada investor bahwa Kota Bekasi dan Sukabumi tidak layak untuk menjadi tempat investasi. Sikap itu diambil karena Pemerintah Kota Sukabumi dan Bekasi dinilai melanggar aturan ketika menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) tahun 2014.
"Pemerintah daerah tidak mendukung aturan yang sudah ditetapkan bersama," kata Haryadi di Hotel Sahid, Ahad, 16 November 2014. Selain mengimbau pengusaha untuk tidak berinvestasi di Bekasi dan Sukabumi, Haryadi juga mengatakan Apindo menarik diri dari Dewan Pengupahan Daerah Bekasi dan Sukabumi. Dengan begitu, kata Haryadi, KHL dan upah minimum kota yang ditetapkan oleh dua daerah itu cacat hukum.
Apindo menilai penentuan KHL berupa item transportasi, air, rekreasi, dan listrik dari Kota Bekasi tak profesional dan curang. Dalam surat yang dikirim Apindo ke Walikota Bekasi disebutkan seharusnya nilai transpor tetap Rp 360 ribu per bulan, bukan naik menjadi Rp 600 ribu per bulan. Sementara untuk biaya listrik, Apindo menilai seharusnya hanya Rp 50 ribu, tetapi pemerintah Bekasi menetapkan Rp 100 ribu per bulan. "Survei KHL cuma sekali, sidang sekali langsung diketok dengan voting," kata Haryadi.
Untuk itu, kata Haryadi, dia mengimbau semua pengusaha di Bekasi dan Sukabumi untuk mengabaikan KHL setempat. Sebagai gantinya, para pengusaha diminta bernegosiasi sendiri dengan para pekerja mengenai upah minimum. Untuk diketahui, tenggat penentuan Upah Minimum Kabupaten/ kota jatuh pada Jumat, 21 November 2014. "Anggap saja nggak ada pemerintah," kata Haryadi.
Direktur Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menilai penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta pada 2014 sebesar Rp 2,4 juta diambil secara tergesa-gesa. Kritik disampaikannya kepada Gubernur Joko Widodo.
"Jokowi sebagai Gubernur tak boleh innocent mengambil kebijakan. Kalau wajah sih boleh innocent," kata Haris dalam konferensi pers mengenai kekerasan terhadap unjuk rasa buruh, di kantornya, Kamis, 7 November 2013.
Menurut dia, keputusan Jokowi pada 1 November 2013 lalu dinilai tergesa-gesa, dan itu dapat memotivasi kepala daerah lain untuk mengambil keputusan serupa. Dia menyesalkan itu, terlebih keputusan tak memuaskan kelompok buruh. "Soal UMP itu kebijakan besar, seharusnya Jokowi berpikir matang," ujar Haris.
Haris mengatakan penetapan UMP oleh Jokowi hanya sehari berselang dari aksi mogok nasional para buruh. "Toh, UMP-nya diterapkan per Januari 2014 nanti. Seharusnya masih ada ruang untuk bernegosiasi," ujar Haris.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, mengatakan UMP Rp 2,4 juta tak mencukupi kebutuhan hidup buruh di Jakarta. Menurut Said, hitungan kasar kebutuhan makan buruh per bulan mencapai Rp 900 ribu. Untuk keperluan sewa rumah atau kontrak diperkirakan mencapai Rp 600 ribu. Kemudian biaya transportasi tiap bulan bisa mencapai Rp 500 ribu.
Praktis, kata Said, uang sisa buruh hanya Rp 400 ribu saja yang digunakan untuk keperluan lain dan menabung. "Bayangkan, buruh hidup di Jakarta dengan bekal uang segitu," kata Said.
Seperti diketahui, buruh di Jakarta menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 3,7 juta dari yang berlaku saat ini sebesar Rp 2,2 juta. Dasarnya adalah komponen kebutuhan hidup layak yang menurut mereka mesti dikoreksi, dari Rp 1,9 juta hasil penetapan pemerintah menjadi Rp 2,4 juta.
No comments:
Post a Comment