Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berpotensi mendongkrak harga properti. Walaupun tak berkaitan langsung dengan kenaikan upah buruh, para pengembang properti terpaksa melakukan efisiensi guna menekan inflasi akibat kenaikan harga barang-barang yang dipicu naiknya harga BBM.
"Kami masih menghitung kemungkinan kenaikannya. Kalau menurut saya, kenaikan rumah maksimal 5-7,5 persen," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur Paulus Totok Lusida, Jumat, 21 November 2014
Totok menjelaskan, pada kondisi normal, besar persentase kenaikan harga properti sekitar separuh dari persentase kenaikan harga BBM. Ia mencontohkan, jika kenaikan harga BBM sebesar 10 persen, harga properti bisa terkerek naik 5 persen. Artinya, kenaikan harga solar dan Premium sebesar Rp 2.000 berpotensi mendongkrak harga rumah sekitar 15 persen.
Namun ia mengingatkan bahwa sejak lama bisnis properti dikenai harga bahan bakar industri, bukan bersubsidi. "Memang harga bahan baku seperti besi dan semen naik beberapa waktu lalu. Tapi tidak terlalu berpengaruh," katanya.
Apabila kenaikan harga bahan bakar bersubsidi tak diimbangi dengan perbaikan kinerja birokrasi, harga rumah bisa naik dalam sebulan ke depan. Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah memangkas jalur birokrasi dalam mengurus sertifikat.
"Waktu rapat koordinasi nasional REI di Jakarta Kamis kemarin, 20 November, kami sudah meneken kesepakatan dengan Menteri Agraria dan Badan Pertanahan Nasional untuk mengurus sertifikat melalui Bank Tabungan Negara sesuai harga setor resmi," ujarnya.
Pengambilalihan sertifikasi oleh BTN, lanjut Totok, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap efisiensi. Pasalnya, kenaikan harga BBM bakal terkompensasi oleh pemotongan jalur birokrasi. "Harga rumah bisa lebih efisien. Selain itu, ada kepastian hak end-user lebih terjamin karena yang melakukan penjaminan perbankan," katanya.
No comments:
Post a Comment