Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyampaikan 69 laporan hasil analisis tindak pidana perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak. "Direktorat Jenderal Pajak telah menindaklanjutinya dengan penelaahan dan pemeriksaan," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam acara Sharing Knowledge Anti Money Laundering di Pontianak, Kamis, 13 November 2014.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Yusuf, PPATK tidak menemukan wajib pajak dalam satu kasus. Selain itu ada 20 berkas Laporan Hasil Analisis (LHA) dalam proses penelaahan dan pemeriksaan dan 33 LHA menjadi informasi awal dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). "Sementara, ada 15 LHA yang tidak terindikasi tindak pidana," ujarnya.
Dari 33 LHA, ada indikasi tindak pidana perpajakan yang juga berkaitan dengan kasus pencucian uang. Nilainya, kata Yusuf, lebih dari Rp 2,06 triliun. Hingga Maret 2014, Direktorat Jenderal Pajak telah memperoleh pembayaran kekurangan bayar pajak dari pihak terkait sebesar lebih dari Rp 1,04 triliun.
Yusuf menambahkan, dalam tindak pidana pencucian uang, pelaku memiliki karakter transaksi yang berbeda dengan nasabah lainnya. Pelaku pencucian uang lebih mengutamakan penyamaran dana dengan tindakan pidana yang telah dilakukan. "Pelaku pasti mengaburkan profil dan punya kemampuan untuk menyembunyikan asal muasal dana," katanya.
Untuk itu, PPATK mengembangkan pendekatan aliran dana atau Follow the Money dalam melacak satu kasus. Yusuf mengatakan PPATK sukses memecahkan pencucian uang dalam kasus Elnusa, Malinda Dee, dan Gayus Tambunan (mantan pegawai pajak).
No comments:
Post a Comment