Monday, February 3, 2014

Bisnis Atribut Pemilu Lesu

Permintaan pencetakan atribut kampanye politik masih lesu dibandingkan saat Pemilihan Umum 2009. Penurunan terutama pada produksi atribut kampanye dari tekstil, seperti kaus dan spanduk. Selain itu, ada juga kecenderungan partai politik mengimpor atribut kampanye.

”Permintaan memang sangat kecil kali ini. Bisa dikatakan, tidak ada peningkatan dibandingkan Pemilu 2009. Peserta pemilu kali ini tampaknya tak semarak tahun-tahun lalu,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat, Senin (3/2/2014).

Menurut Ade, saat ini pilihan media berkampanye sudah semakin beragam. Hadirnya pilihan alternatif, seperti internet dan media sosial, merupakan salah satu faktor menurunnya permintaan partai dan individu peserta pemilu terhadap para pelaku usaha percetakan. Bisnis pemilu boleh dikatakan masih lesu.

”Terjadi pergeseran tren kampanye. Dulu, media berkampanye masih cenderung terbatas. Makanya, permintaan dan pemasukan bagi industri tekstil (kaus dan spanduk) meningkat pesat jelang pemilu. Sekarang anggaran belanja parpol sebagian besar dialokasikan untuk kampanye lewat iklan di sejumlah media dan baliho,,” kata Ade.

Menurut dia, total belanja parpol untuk pembelian kaus, bendera, dan spanduk pada tahun 2009 bisa mencapai Rp 2 triliun, sementara untuk saat ini, belum mencapai Rp 1 triliun. ”Para pedagang banyak yang kecewa karena ordernya sedikit, padahal pemilu legislatif sudah tinggal dua bulan lagi,” ujar Ade.

Hal tersebut dirasakan Saefudin Rahmat, pemilik percetakan rumahan Nur Rahmat, di kawasan Bukit Duri Tanjakan, Jakarta Selatan. Menurut dia, menjelang Pemilu 2009, ia bisa menerima pesanan kaus, spanduk, dan stiker dari lima calon anggota legislatif (caleg). Saat ini, yang memesan baru dua caleg.

Impor naik

Saefudin menambahkan, menjelang pemilu legislatif tahun 2009, omzetnya mencapai Rp 45 juta untuk produksi spanduk, stiker, dan kaus. ”Sampai sekarang baru dapat omzet Rp 25 juta, padahal pemilu tinggal hitungan bulan. Penurunan 40-50 persen,” kata Saefudin. Ia menambahkan, penurunan permintaan terasa jelas untuk kaus dan spanduk partai, tetapi permintaan stiker tetap banyak.

Kendati menurun dibandingkan tahun 2009, Saefudin mengiyakan adanya kenaikan omzet dan penambahan pesanan dibandingkan hari biasa. Biasanya, omzet percetakan Nur Rahmat sekitar Rp 20 juta per bulan. Sekarang menjelang pemilu, meningkat menjadi Rp 25 juta per bulan. Namun, Saefudin menyatakan, peningkatan omzet itu masih terhitung kecil dibandingkan saat pemilu yang lalu.

Selain pergeseran tren kampanye, Ade juga mengangkat perihal kecenderungan mengimpor yang dilakukan sebagian parpol, terutama untuk produk tekstil. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena usaha percetakan domestik belum semuanya mampu memproduksi dalam skala besar dan jangka waktu yang pendek.

No comments:

Post a Comment