Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Peter Jacobs mengatakan pedagang valuta asing (money changer) yang tidak terdaftar dan terbukti melakukan penipuan akan dikenakan sanksi penutupan. Hal ini juga berlaku bagi pedagang valas di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta.
"Penukaran dengan kurs yang lebih rendah tentu itu penipuan. Kalau dari Bank Indonesia sanksi terberatnya adalah penutupan," kata Peter saat dihubungi , Sabtu malam, 26 Juli 2014.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian melakukan inspeksi mendadak ke terminal khusus kedatangan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat malam, 25 Juli 2014, hingga Sabtu dinihari. Tim menemukan indikasi pemaksaan terhadap TKI agar menukarkan uang di money changer khusus. Kurs ditetapkan oleh money changer tersebut lebih rendah dari mekanisme pasar.
Misalnya, berdasar penelusuran pada 2004, setiap loket penukaran uang memasang kurs Rp 2.000 untuk 1 riyal.Tempo sempat bertanya kepada awak kabin pesawat Garuda Indonesia beberapa jam sebelumnya. Awak kabin itu menyatakan kurs rupiah terhadap riyal adalah Rp 2.200. Tapi tidak ada penjelasan soal perbedaan kurs tersebut.
Jacobs mengatakan BI belum menerima laporan terkait dengan legalitas money changer yang terdapat di Terminal III Bandara Soetta. "Dulu sempat pernah dengar, tapi kami belum tahu bagaimana kebenaran praktek tersebut. Nanti kami periksa lebih lanjut," ungkap Peter.
Ia menduga para penipu valas sengaja memaksa TKI untuk menukarkan uangnya di money changer khusus karena umumnya para TKI tidak paham soal kurs. "Kalau benar ada penipuan dan unsur pemaksaan, ini ranah polisi juga, tapi BI juga perlu masuk untuk pengawasan," ujar Peter.
Untuk menghindari penipuan ini, Peter mengimbau kepada masyarakat agar menukarkan uang di money changer yang resmi. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/22/PBI/2010, money changer nonbank yang resmi ditandai dengan logo berizin, tulisan "Pedagang Valuta Asing Berizin, dan sertifikat izin usaha.
No comments:
Post a Comment