Pihaknya pun meminta komunitas mode untuk ikut menyalurkan aspirasi sebagai masukan bagi pemerintah dalam penyusunan cetak biru tersebut. Sementara internal Kemenparekraf sendiri tengah melakukan focus group discussion untuk membahas hal tersebut.
Menurut dia, agar mampu bersaing dengan negara-negara lain, fesyen muslim lokal harus bisa menampilkan ciri khas Indonesia sehingga bisa tampil beda dengan fesyen muslim luar negeri. "Kita harus mencari identitas fesyen muslim Indonesia seperti apa, bisa dari penggunaan kain-kain Indonesia atau dari sisi lainnya," katanya.
Cetak biru tersebut menurut dia, berisi tentang pengertian sektor, pemetaan sektor, identifikasi masalah dan berbagai penyelesaian. Mari menargetkan cetak biru pengembangan fesyen akan rampung dalam satu hingga dua bulan mendatang. "Targetnya satu hingga dua bulan kedepan. Ini merupakan hadiah dari pemerintahan yang sekarang dengan harapan bahwa program itu akan tetap dilanjutkan oleh pemerintahan yang berikutnya," katanya.
Pihaknya optimistis Indonesia mampu menjadi pusat mode busana muslim dunia pada 2020. "Tentu confident sekali Indonesia bisa jadi pusat busana muslim dunia pada 2020 nanti," katanya. Hal itu karena menurut dia, Indonesia sudah memiliki beberapa desainer busana muslim yang ternama. Selain itu, penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, menurut dia, merupakan pangsa pasar besar yang harus dimanfaatkan oleh para desainer busana muslim Tanah Air.Pemerintah meyakini Indonesia mampu menjadi pusat busana muslim dunia pada 2020.
"Tentu confident sekali Indonesia bisa jadi pusat busana muslim dunia pada 2020 nanti," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu di Jakarta, Kamis. Hal itu karena menurut dia, Indonesia sudah memiliki beberapa desainer busana muslim yang ternama. Selain itu, penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, menurut dia, merupakan pangsa pasar besar yang harus dimanfaatkan oleh para desainer busana muslim Tanah Air.
Senada dengan Mari, Ketua Umum Jakarta Fashion Week (JFW) Svida Alisjahbana mengatakan bahwa pada 2018, konsumen muslim dunia diprediksi akan mengeluarkan sekitar 232 miliar dolar AS untuk berbelanja busana muslim dan asesorisnya sehingga tren tersebut harus dimanfaatkan oleh para desainer busana muslim Indonesia.
"Tentu kita tergugah untuk mendorong para desainer busana muslim bisa menembus pasar dunia," kata Svida. Pada tiga tahun terakhir, Kemenparekraf bekerja sama dengan Jakarta Fashion Week (JFW) dan British Council mengadakan program Indonesia Fashion Forward (IFF) untuk menelurkan para desainer dalam negeri yang berbakat.
Dalam program IFF ini, para desainer yang terseleksi kemudian mengikuti pembinaan para pakar fesyen dari Center for Fashion Enterprise London untuk mempertajam kreativitas dan meningkatkan kapasitas para desainer lokal.
Para peserta mendapatkan beberapa materi diantaranya tentang cara membuat label yang menarik pembeli, mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi, memahami strategi merek, strategi kerja sama, modifikasi desain, menentukan harga produk yang sesuai dan jurus-jurus untuk menembus pasar internasional.
Dengan program IFF, diharapkan para desainer lokal tidak hanya mendominasi pasar lokal tapi juga mampu menguasai pasar internasional. "Kami ingin para desainer lokal khususnya desainer busana muslim tidak hanya jago kandang, tapi mereka juga bisa menguasai pasar internasional," katanya. Dari puluhan peserta IFF tersebut, lahir beberapa desainer busana muslim berbakat yakni Dian Pelangi, Norma Moi, Jenahara, Restu Anggraini dan Nur Zahra.
No comments:
Post a Comment