Tanda-tanda kemenangan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden berdampak positif terhadap perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Analis dari Universal Broker, Satrio Utomo, mengatakan kabar kemenangan Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, berpotensi meneruskan tren positif hingga beberapa hari ke depan. "Euforianya bisa berlangsung lama dan peningkatannya lebar sekali," ujarnya, Senin, 21 Juli 2014.
Bersamaan dengan pengumuman hasil pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) besok, Satrio memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) akan melesat tinggi ke level 5.200-5.650. Adapun rupiah bakal menguat hingga di bawah Rp 11 ribu, yakni di kisaran angka Rp 10.800-11.200 per dolar AS. "Ada range yang cukup besar karena euforia kemenangan saat pengumuman berlangsung," ujarnya.
Menurut Satrio, para pelaku pasar sudah bisa menebak siapa yang menjadi Presiden ke-7 Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan pergerakan pasar cenderung bergairah. Walhasil, indeks saham dan kurs rupiah terus menguat. "Istilahnya freestyle, bergerak positif," ujarnya. Dalam penutupan perdagangan sesi pertama BEI hari ini, IHSG naik tipis 0,65 persen ke 5.120,14. Sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,44 persen menjadi Rp 11.564 per dolar AS.
Satrio memprediksi beberapa saham yang bakal terus menunjukkan penguatan adalah infrastruktur, pertambangan, dan beberapa saham media. Namun, khusus media milik Bakrie (TV One, ANTV, dan Vivagrup) serta Hary Tanoesoedibjo (MNC grup), yang melaporkan hasil surveinya berbeda dengan rilis lembaga survei lain, investor diingatkan unjuk menjauhinya. "Investor tahu mana hasil yang benar dan tidak," kata Satrio.
Menteri Keuangan Chatib Basri menanggapi enteng pernyataan Bank Dunia yang merevisi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Mereka memang lebih konservatif. Tapi angka tersebut masih sesuai range kita.Range-nya kan sekitar 5,1 sampai 5,5 persen," ujarnya seusai rapat koordinasi membahas dwelling time, Senin, 21 Juli 2014.
Sebelumnya, Bank Dunia pada konferensi pers hari ini merevisi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,3 persen yang diumumkan di bulan Maret, menjadi 5,2 persen. Turunnya angka pertumbuhan tersebut karena melemahnya harga komodoti serta sektor kredit sehingga pendapatan domestik bruto atau PDB turun 1 persen dari tahun 2011 sebesar 16,3 persen, menjadi 15,3 persen di tahun 2013.
Bank Dunia menegaskan perlu adanya reformasi struktural khususnya terkait dengan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi tersebut menjadi faktor utama penyebab defisit transaksi berjalan.
Disinggung soal kenaikan harga BBM bersubsidi, Chatib Basri tidak berkomentar banyak. Dia mengatakan jika kenaikan BBM memang perlu namun soal realisasinya belum bisa dipastikan. "Seharusnya sih dinaikkan, tapi untuk pemerintahan yang saat ini masih bisa diatasi jika harga BBM tidak dinaikkan," ucapnya.
Pemerintah saat ini mengganti kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan memangkas sejumlah anggaran di beberapa kementerian. Meski oleh sejumlah pengamat kebijakan tersebut tidak terlalu efektif menekan defisit anggaran.
No comments:
Post a Comment