Tepung adalah tepung, jamaknya dipakai untuk membuat adonan makanan. Tapi tahukah anda, tepung juga bisa diolah menjadi salah satu barang kerajinan yang menarik dan bernilai ekonomi tinggi. Di tangan Joyce (40), warga Jalan Menur nomor 4, Kecamatan Sidorejo, Salatiga ini, tepung bisa disulap menjadi aneka model patung, gantungan munci, hiasan kulkas dan aneka souvenir menarik lainnya.
Joyce yang mempunyai latar belakang pendidikan farmasi ini menemukan clay alternatif yang terbuat dari tepung. Istilah clay sebenarnya berarti tanah liat. Dalam dunia handycraft kata clay merujuk pada malam, salah satu bahan yang liat dan mudah dibentuk. Namun Joyce "mengakali" materi clay dengan clay tiruan yang menggunakan bahan seperti tepung maizena, lem kayu, pengawet makanan natrium benzoat. "Saya menyebutnya dengan istilah clay tepung. Kalau diwarnai sekilas menyerupai malam (lilin mainan)," kata Joyce, yang menaungi bisnis handycraft di bawah bendera Rumah Kreativitas JOY ART, pekan lalu.
Adonan clay tepung berwarna putih ini wujudnya lunak. Sehingga, kontur yang kenyal atau liat ini mudah dibentuk. Untuk itu, pembentukan kreasi ini tidak memerlukan cetakan, cukup dibentuk menggunakan tangan saja (handmade).
Dengan adonan clay ini, dia dapat membuat aneka kreasi sesuai dengan imajinasi atau keinginan sesukanya. Sedangkan untuk pewarnaannya, bisa menggunakan pewarna makanan, cat air, cat poster maupun cat acrylic. "Dalam bisnis kita harus cermat menangkap peluang. seperti kemarin piala dunia, kita membuat kreasi Clay tepung bertema World Cup 2014 berupa patung mascot World Cup dan pemain bola, gantungan kunci, hiasan (magnet) kulkas, hiasan pulpen," ungkap Joyce.
Ia menjual produk bertema World Cup tersebut dengan harga bervariasi, tergantung pada model dan ukurannya. Sebagai contoh, untuk kreasi patung dengan tinggi sekitar 10 cm, harga berkisar dari Rp 35 ribu hingga Rp 75 ribu. Untuk kreasi gantungan kunci dan magnet kulkas Rp 12 ribu - Rp 25 ribu. Kreasi pulpen harga Rp 10 ribu - Rp 12 ribu. "Kalau omzet, tidak tentu ya mas. Fluktuatif, kadang ramai kadang sepi," kata dia.
Bergelut di bisnis kerajinan ini, Joyce mengaku modal awal yang dikeluarkannya hanya sekitar Rp 500 ribu, karena bahan clay tepung ini adalah bahan yang murah dan mudah didapat di pasaran. Kreativitas Joice dalam mengolah clay tepung ini juga tidak membutuhkan peralatan yang mahal atau impor, cukup memanfaatkan barang-barang yang ada di rumah.
"Saya dari awal punya prinsip tidak mau tergantung pada peralataan yang mahal atau impor. Sebagai contoh, saya hanya membutuhkan alat bantu dari sedotan yang ujungnya dipotong setengah lingkaran untuk membentuk mulut. Tusuk gigi untuk membuat lubang-lubang. Pisau untuk membuat sayatan dan pipa paralon atau gelas untuk menggilas," ungkap Joyce.
Bisnis handycraft dari clay tepung ini sangat menggiurkan. Bahkan, Joyce rela hengkang dari pekerjaan tetapnya sebagai dosen dan beralih profesi sebagai pengusaha. Demi pemasaran produk ini, dia lebih banyak melakukan transaksi online, sehingga pemesan tidak hanya terbatas dari dalam kota, tetapi juga banyak dari luar kota.
"Saya memulai bisnis ini sejak tahun 2008, setelah saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFAR) YAPHAR, Semarang. Pada awalnya banyak yang sinis, bahkan keluarga saya sendiri awalnya tidak setuju saya bekerja dibidang ini. Tapi menurut saya, setiap bidang pekerjaan punya kelebihan dan keunikan masing masing," ungkap Joyce.
Saat ini, Joyce tidak hanya membuat dan menjual kerajinan clay tepung. Dengan dibantu dua orang pegawai, dia juga melayani pesanan pembuatan souvenir dengan materi lain seperti lilin, fiberglass, gypsum, kreasi cangkang telur dengan dekorasinya menggunakan chocolate clay dan fondant (palstic icing). "Kami juga membuka kursus kreativitas bagi anak-anak maupun dewasa. Tidak hanya terbatas pada kerajinan, tapi juga produk makanan seperti cookies," ujar Joyce.
Keberhasilan Joyce sebagai pengusaha kerajinan clay tepung tidak lepas dari backgroud-nya dalam bidang farmasi yang sejak awal dia geluti. Lulusan sarjana farmasi UGM ini pernah tercatat sebagai staf penelitian dan pengembangan di Sekolah Santa Laurensia, Serpong Tangerang dan terakhir sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (Stifar) "Yaphar" Semarang.
"Kebetulan saya sangat menyukai dunia sains, saya senang mengolah bahan. Saya mencoba membuat produk sains yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti sabun, lilin dan barang-barang fiberglass," tutur Joyce. Suatu hari di perpustakaan sekolah, Joyce membaca sebuah buku sains yang di dalamnya ada sebuah teori yang mengatakan bahwa tepung kalau dicampur dengan lem putih (lem kayu) akan menghasilkan adonan yang kalau di-angin-anginkan dapat mengeras dengan sendirinya.
"Tapi di dalam buku tersebut tidak dijelaskan detail, termasuk tentang jenis tepung yang dimaksud," kata dia. Terlintas dibenak Joyce untuk memulai wirausaha. Kenapa mesti bekerja dengan orang lain, jika dengan pengetahuannya itu selama ini ia sudah bisa membuat berbagai macam barang. Hingga akhirnya Joyce memberanikan diri untuk berhenti mengajar dan bertekad menekuni bisnis handycraft.
Usaha Joyce berpindah haluan dari dunia akademik menjadi pengusaha handycraft tidaklah mulus. Bahkan ia sempat kembali mengajar di Semarang, setelah usahanya gulung tikar karena jeblok di pemasaran. "Saya mencoba clay tepung pada Februari 2008. Untuk mendapatkan hasil yang halus, perlu jam terbang tinggi. Dari awal membuat sampai memperoleh hasil yang benar-benar halus dan layak jual, butuh waktu sekitar 3 bulan. Untungnya saya punya background pendidikan farmasi. Sehingga ada pengetahuan tentang sifat-sifat bahan," kata dia.
Di tangan Joyce (40), warga Jalan Menur nomor 4, Kecamatan Sidorejo, Salatiga ini, tepung bisa disulap menjadi aneka model patung, gantungan munci, hiasan kulkas dan aneka souvenir menarik lainnya. Adonan clay tepung ini sifatnya mudah mengeras kalau terkena udara, sehingga membentuknya harus cepat. Menurut Joyce, keterampilan tangan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, sehingga butuh orang yang memiliki bakat dan keterampilan tinggi.
"Juga harus telaten, tapi tidak berarti yang tidak ada bakat tidak bisa mengerjakan. Semua tergantung pada niat dan usaha. Kalau sering latihan lama-lama bisa," tegasnya. Tidak disangka, produk yang dihasilkan Joyce ini ternyata banyak yang tetarik. Banyak yang ingin membeli sekaligus ingin mempelajari cara membuatnya. "Dari situ akhirnya saya membuat kursus pada bulan Agustus 2008. Sedangkan pemasaran produk dan kursus saya lakukan dengan berjalan kaki dari satu toko ke toko yang lain untuk menitipkan brosur, sehingga banyak yang mengenal produk saya, memesan dan kursus," ujar dia.
Apresiasi dan dukungan dari konsumen terhadap produknya membuat Joyce semakin mantap untuk menjalankan bisnis ini. Kini ia bisa membuktikan, jika bisnis ini banyak mendatangkan keuntungan, tidak hanya finansial namun juga aktualisasi dari kemampuan diri. "Saya tidak merasa gengsi karena dianggap turun kelas. Tapi justru bisa berbagi ilmu lebih nyata kepada orang banyak. Dari memberi kursus saya bisa memberikan inspirasi dan motivasi kepada orang lain untuk berwirausaha," imbuhnya.
Joyce sangat mengharapkan, bisnis yang digelutinya ini, kedepan bisa lebih dikenal luas oleh masyarakat. Bahkan termasuk ke luar negeri. "Syukur bisa ekspor. Semoga bisa membuat lapangan kerja lebih luas," kata Joyce.
No comments:
Post a Comment