Presiden Joko Widodo menginstruksikan penghentian alih muatan kapal ikan (transshipment) di tengah laut. Selain itu, Presiden juga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatur kembali penangkapan ikan. Pemerintah tidak akan mengizinkan penangkapan ikan oleh nelayan asing atau kapal asing.
Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, di Jakarta, Senin (3/11/2014). ”Dalam sidang kabinet, Presiden menyatakan penghentian bongkar muat ikan di laut (transshipment),” katanya.
Oleh karena itu, menurut Andrinof, Menteri Kelautan dan Perikanan akan membuat regulasi terkait pelarangan alih muat kapal di laut dan penangkapan ikan oleh nelayan asing.
Selama ini, praktik transshipment menjadi modus penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian ikan. Ikan yang ditangkap langsung dilarikan ke luar negeri melalui alih muatan kapal di tengah laut.
Secara terpisah, Susi Pudjiastuti menyatakan, moratorium izin kapal akan ditindaklanjuti dengan penertiban kapal. Hal itu dikemukakan Susi dalam konferensi pers di Jakarta. Turut hadir Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius.
Peraturan menteri terkait moratorium izin kapal akan segera diberlakukan dan kini menunggu pengesahan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Moratorium direncanakan berlangsung selama enam bulan.
Selama moratorium berlangsung, pihaknya akan mengkaji zona penangkapan yang stok ikannya rendah dan menutup penangkapan tersebut guna pemulihan sumber daya ikan.
Susi menilai, moratorium izin kapal ikan tidak memangkas penerimaan negara. Penerimaan negara dari kapal ikan besar, khususnya kapal eks impor, masih sangat rendah. Penerimaan negara dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP) hanya Rp 30 juta, sedangkan pungutan hasil perikanan (PHP) Rp 60 juta. Bahkan, negara kerap tidak mendapatkan PNBP, PPP, dan PHP. Adapun kapal besar itu berukuran rata-rata di atas 100 gros ton.
”Kapal-kapal eks asing kerap tidak tercatat ekspor ikannya. Mereka (kapal eks impor) hilang ataupun ada, tidak akan mengubah portofolio kita,” ujar Susi.
Dalam moratorium, tidak ada izin baru untuk kapal ikan dan perpanjangan izin kapal beserta seluruh alat tangkap. Kapal yang terbukti melanggar, menggunakan anak buah kapal asing, tidak melaporkan hasil tangkapan, ataupun tidak mendaratkan ikan dicabut izinnya.
Salah kelola
Susi menilai, terjadi kesalahan dalam pengelolaan perikanan, yakni membiarkan kapal ikan asing menangkap ikan dengan berlindung di balik instrumen penanaman modal asing. Ironisnya, ekspor ikan Thailand, Vietnam, Tiongkok, dan Malaysia, dengan wilayah laut yang lebih kecil daripada Indonesia, berkali lipat dibandingkan Indonesia.
Menurut Suhardi, praktik penangkapan ikan ilegal dilakukan oleh kapal ikan legal dan ilegal. Modus pelanggaran antara lain kapal berbendera ganda sehingga leluasa melarikan ikan dari Indonesia ke negaranya
No comments:
Post a Comment