Negara tetangga, Vietnam, merupakan menjadi salah satu pesaing Indonesia dalam perdagangan luar negeri. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core Indonesia), Mohammad Faisal mengungkapkan, salah satu keunggulan perdagangan Vietnam disebabkan negara tersebut banyak menikmati tarif murah dalam banyak perjanjian perdagangan bebas, khususnya TPP (Trans Pacific Patnership).
Namun demikian, menurut Faisal, tanpa diuntungkan dengan perjanjian perdagangan bebas pun, daya saing ekspor Vietnam selangkah lebih maju dalam banyak hal dibandingkan Indonesia. "Tanpa bergabung dengan TPP pun, daya saing ekspor Indonesia kalah dibanding Vietnam, terutama karena banyak hambatan di ekspor manufaktur," katanya dalam diskusi Dampak TPP pada Perdagangan Barang di kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Menurut Faisal, kendala ekspor Indonesia masih berkutat pada mahalnya ongkos energi dan logistik, peningkatan upah tanpa peningkatan produktivitas, kepastiam hukum, susahnya perizinan, dan kualitas produk yang relatif rendah. "Kendala utama itu biaya energi tinggi, logistik tinggi, upah buruh tapi produktivitas tetap, kepastian hukum, birokrasi, dan standar kualitas produk ekspor, contohnya karet dan makanan-minuman," jelasnya.
Secara khusus dalam upah buruh, Faisal menyoroti penyebab upah buruh yang dinilainya menjadi sebab tidak efisiennya industri manufaktur Indonesia dibanding Vietnam. "Banyak daerah di Indonesia yang memiliki upah buruh lebih kompetitif, tapi industri manufaktur masih terpusat di wilayah dengan upah tertinggi yakni Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur," kata dia.
Faisal menuturkan, dalam data perbandingan upah per bulan yang dirilis Bank Dunia pada tahun 2014, upah tertinggi buruh di Indonesia sebesar US$ 219 dan terendah US$ 74. Sementara Vietnam pada tahun yang sama upah buruh tertingginya sebesar US$ 128, dan terendah US$ 90.
No comments:
Post a Comment