Pemerintah tampaknya harus merevisi target pertumbuhan ekonomi yang tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% bakal sulit tercapai pada tahun ini. Dasarnya adalah, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2016 masih jauh dari harapan. Bahkan, pada periode ini masih terjadi pelambatan ekonomi. Artinya, janji pemerintah menggeber pertumbuhan ekonomi sejak awal tahun belum membuahkan hasil.
Seperti pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I 2016 hanya 4,92% secara year on year (YoY). Angka ini memang lebih tinggi dari kuartal I 2015 hanya 4,73%, tapi turun dari kuartal IV 2015 yang tumbuh 5,04%.
Pencapaian ini jauh dari harapan pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,1%-5,2% pada kuartal I 2016. Para ekonom di industri perbankan pun menyokongnya, dengan konsesus di atas 5%.
Parahnya lagi, pemerintah yang berjanji akan mengoptimalkan anggaran belanja demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi malah tak optimal. Pengeluaran pemerintah hanya tumbuh 2,93%, tak jauh berbeda dari periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 2,91%, dan anjlok dari triwulan IV 2015 yang mencapai 7,31%.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui laju pertumbuham ekonomi secara kuartalan mengalami perlambatan. Baginya, belanja negara memang gagal mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena penyerapan yang tak optimal. Penyerapan angaran hanya cepat di awal tahun, tapi tak berlanjut.
"Realisasi belanja masih kurang mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami akan terus mempercepat, terutama belanja barang dan belanja modal," kata Darmin. Catatan Kementerian Keuangan, penyerapan dana belanja negara pada triwulan I 2016 mencapai Rp 390,9 triliun atau 18,7% dari alokasi Rp 2.095,7 triliun. Persentase pencapaian ini tak jauh beda dari kuartal I 2015 Rp 367,6 triliun atau 18,5% dari pagu anggaran sebesar Rp 1.984,1 triliun.
Darmin meyakini, percepatan penyerapan anggaran, serta peningkatan konsumsi masyarakat mulai kuartal II 2016 akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mulai kuartal II akan tembus 5% dan berlanjut pada kuartal selanjutnya, sehingga target 5,3% pada tahun ini masih bisa tercapai.
BI juga memproyeksi, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua (Q2) 2016 bisa mencapai kisaran 5,2%-5,3%. Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, selain karena peningkatan belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga akan terdorong kondisi gobal.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) setelah melakukan rapat Federal Open Market Committe (FOMC) pada 16 Maret lalu dan bank sentral negara lainnya cenderung tidak berkeinginan menaikkan suku bunganya. Dengan demikian, BI pun akan lebih optimistis dengan melakukan pelonggaran kebijakan moneter.
Sejak akhir tahun lalu hingga bulan ini, BI melakukan pelonggaran moneter melalui penurunan giro wajib minimum (GWM) 100 basis poin (bps) menjadi 6,5% dan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 75 bps menjadi 6,75%. BI juga masih percaya, target pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3% bisa tercapai. Perkiraan BI, ekonomi Indonesia tahun 2016 akan tumbuh di kisaran 5,2%-5,6%.
Tim ekonom Bank Danamon mengakui, kondisi ekonomi nasional tahun ini lebih baik dibandingkan 2015. Namun, target pertumbuhan ekonomi 5,3% masih akan sulit tercapai. Pelambatan ekonomi masih jelas terlihat pada kuartal I 2016. Daya beli masyarakat melemah. Pertumbuhan kredit ke masyarakat juga menurun.
Industri juga melemah. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan penjualan kendaraan bermotor pada Triwulan I 2016 sebanyak 267.227 unit, turun 5,4% dari realisasi periode yang sama 2015 sebesar 282.344 unit. "Perhitungan kami, ekonomi nasional hanya akan tumbuh 5,03% pada tahun ini," kata Wisnu Wardhana, ekonom Bank Danamon.
Ancaman penghematan anggaran. Bukan tidak mungkin, realisasi pertumbuhan ekonomi akan lebih kecil lagi. Pasalnya, ada ancaman dari internal pemerintah, yakni berupa penghematan anggaran. Belakangan ini, pemerintah sibuk mengutak-atik skenario anggaran untuk antipasi lemahnya penerimaan. Ini demi menjaga defisit anggaran tak melebar dari target tahun ini sebesar 2,15% dari produk domestik bruto (PDB).
Bahkan, penghematan anggaran tidak hanya berlaku di kementerian/lembaga (K/L). Pemerintah daerah juga wajib memangkas anggaran, seperti tertuang di Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-10/MK.07/2016 tentang Pengurangan atau Pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik secara Mandiri Tahun Anggaran 2016.
Dalam Surat Edaran tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoto meminta pemotongan anggaran minimal 10% dari total pagu anggaran DAK Fisik Tahun ini. Hingga 2 Mei 2016, sebanyak 408 daerah telah menyampaikan usulan pengurangan DAK fisik. Hasil verifikasi, dari 408 daerah tersebut, total pengurangan DAK fisik baru sebesar Rp 6,3 triliun. Sementara itu, kebutuhan pengurangan anggaran DAK tahun ini sebesar Rp 8 triliun.
Tim ekonom Danamon memandang, penghematan anggaran harus dihindari jika ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi. Caranya, program tax amnestyharus direalisasikan agar sektor perpajakan mampu mendukung belanja negara. "Tax amnesty juga akan menambah likuiditas sehingga mendorong penyaluran kredit perbankan yang belakangan sulit tumbuh akibat loan deposit ratio (LDR) 89% -91% sejak pertengahan 2013," terang Wisnu.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih juga meragukan target pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa tercapai. "Berkaca hasil kuartal I, pertumbuhan ekonomi 2016 ini tak lebih dari 5,12%," ujar Lana. Lana juga tak sependapat dengan proyeksi BI dan Menteri Darmin terkait pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 yang akan melejit. Menurut Lana ekonomi kuartal II-2016 hanya akan tumbuh 5%-5,04%. Itu pun dengan syarat, pemerintah mampu meningkatkan daya beli masyarakat.
Peningkatan daya beli bisa tercapai jika pemerintah mampu menjaga stabilitas harga bahan pokok. Ini akan jadi pekerjaan rumah yang berat, mengingat sebentar lagi memasuki bulan puasa dan Idulfitri, biasanya harga bahan pokok bergejolak.
No comments:
Post a Comment