Tuesday, May 17, 2016

Nasabah Bank Tutup Kartu Kredit Setelah Pajak Dapat Periksa Data Transaksi

Dampak negatif aturan wajib lapor transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak telah dirasakan sejumlah bank yang banyak menerima permintaan penutupan kartu kredit dari nasabahnya. Namun, manajemen PT Bank Permata Tbk justru mengaku nasabahnya tidak bereaksi berlebihan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi tersebut.

Roy Arfandy, Direktur Utama Bank Permata menjelaskan respons terbanyak yang diberikan nasabahnya atas aturan yang diteken Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada akhir Maret lalu hanya berupa permintaan penjelasan lebih detail atas aturan tersebut. “Memang ada beberapa nasabah yang menanyakan atau mencari penjelasan terkait aturan ini. Namun, saya belum melihat ada reaksi berlebihan, misalnya sampai menutup kartu karena adanya aturan ini,” ujar Roy Arfandy, Direktur Utama Bank Permata, Rabu (18/5).

Sebelumnya Steve Marta, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) membenarkan adanya peningkatan jumlah penutupan kartu oleh nasabah. Ia menuturkan, PMK yang diinspirasi oleh direktorat jendral pajak mengenai kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit telah membuat nasabah gerah. “Maklum, sekitar 70-80 persen pemegang kartu kredit adalah pegawai atau karyawan. Sehingga, ada kekhawatiran transaksi mereka tergambar dan akan berdampak pada pembayaran pajak,” imbuh Steve.

Seperti dilaporkan sebelumnya, permintaan penutupan kartu kredit atau permintaan untuk menurunkan batas kredit oleh nasabah telah dialami oleh PT Bank Central Asia Tbk, PT OCBC NISP Tbk, dan PT Bank Mega Tbk

Permintaan penutupan kartu kredit dampak dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan juga dialami PT Bank OCBC NISP Tbk dan PT Bank Mega Tbk. Menurut Parwati Surjaudaja, Direktur Utama OCBC NISP, tren permintaan penutupan kartu kredit dan penurunan batas kredit terjadi terutama akibat kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit yang berlaku sejak April lalu.

“Jumlah persisnya kebetulan saya tidak pegang. Tetapi, penutupan (kartu kredit) naik signifikan dibandingkan sebelumnya,” ujarnya. Hal senada disampaikan Dodit W Probojakti, Direktur Bank Mega. Dodit mencatat terjadinya perlambatan pertumbuhan volume transaksi bulanan antara 5 persen hingga kurang dari 10 persen. “Tetapi, kami tidak bisa bilang semata-mata gara-gara PMK penyampaian data dan informasi terkait pajak. Statistik Bank Indonesia juga menunjukkan ada perlambatan bisnis kartu kredit sejak tahun lalu,” terang dia.

Lagipula, sambung Dodit, PMK yang mengatur informasi data nasabah kartu kredit terkait perpajakan baru lahir akhir Maret 2016. Dengan kata lain, dampaknya belum begitu terasa terhadap bisnis kartu kredit.

“Di Bank Mega, penutupan kartu kredit juga terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang pembatasan kepemilikan kartu kredit bagi nasabah berpenghasilan kurang dari Rp10 juta. Hingga saat ini, jumlah kartu kredit yang ditutup bahkan kurang dari 5 persen,” imbuh Dodit. Per April 2016, jumlah kartu kredit beredar Bank Mega sebanyak 1,7 juta keping. Perseroan menargetkan pertumbuhan sebesar 2-3 persen kartu kredit baru sampai akhir tahun nanti.

Dari sisi volume dan nilai transaksi, Bank Mega mematok pertumbuhan 12-13 persen. Adapun, volume transaksi kartu kredit perseroan mencapai Rp2,3 triliun dengan nilai transaksi bulanan sebesar Rp2,7 triliun dan baki debit (outstanding) Rp9 triliun.Nilai transaksi bulanan kartu kredit PT Bank Central Asia Tbk (BCA) turun hingga 12 persen pada April 2016 menjadi Rp4,1 triliun, dibandingkan bulan sebelumnya Rp4,6 triliun.

Santoso, Head of Consumer Card BCA mengatakan penurunan nilai transaksi kartu kredit tersebut sebagai dampak dari penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.

“Rupanya banyak nasabah yang khawatir karena aturan tersebut. Dampaknya, terjadi peningkatan permintaan penutupan kartu kredit sebanyak 2-3 kali lipat dari biasanya. Ada pula yang meminta agar batasan kreditnya diturunkan,” ujar Santoso, kemarin. Menurutnya, kebanyakan nasabah kartu kredit BCA merupakan self-employed(wiraswasta) dan kelas menengah ke atas dengan pendapatan per bulan lebih dari Rp10 juta.

Ia mencatat saat ini jumlah kartu kredit beredar BCA sebanyak 2,79 juta keping per April 2016. Kebanyakan batas kredit yang diberikan bank swasta nomor wahid tersebut kepada 60-70 nasabahnya diatas Rp20 juta hingga ratusan juta. “Kami berharap, tren perlambatan pertumbuhan transaksi kartu kredit ini hanya sementara saja ya. Tidak berlarut-larut. Karena, dampak Peraturan Bank Indonesia soal pembatasan kepemilikan kartu kredit saja sudah kami rasakan,” terang Santoso.

Sebagai informasi, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 mengatur tentang kepemilikan kartu kredit berdasarkan penghasilan nasabah. Dalam beleid tersebut, nasabah dengan penghasilan kurang dari Rp10 juta dilarang mengantongi lebih dari dua kartu kredit. Diterbitkannya PMK Nomor 39 tahun 2016 melengkapi penderitaan bisnis kartu kredit perbankan. Belum lagi pengaruh dari penurunan indeks keyakinan konsumen.

Kendati demikian, Santoso optimistis, baik volume maupun nilai transaksi kartu kredit nasabahnya bakal tumbuh 10 persen sampai akhir tahun nanti. Secara kumulatif, volume transaksi kartu kredit BCA rata-rata sebanyak Rp52 triliun per tahun dengan penambahan kartu kredit baru berkisar 25 ribu-30 ribu keping per bulan. “Kami tetap pada target. Target kami, volume dan nilai transaksi kartu kredit tumbuh 10 persen dan akuisisi nasabah kartu kredit baru 5-6 persen,” imbuh dia.

Ditengah perlambatan pertumbuhan kartu kredit, lini bisnis kartu debit BCA malah mengilap. Per April 2016, transaksi kartu debit emiten berkode BBCA tersebut naik 20 persen. Hingga saat ini, jumlah kartu debit BCA mencapai 14 juta keping.

“Transaksi bulanan kartu debit naik 20 persen dari bulan-bulan sebelumnya yang cuma 10-15 persen. Ini peluang. Per tahun, transaksi kartu debit itu bisa Rp130 triliun. Sementara, kartu kredit cuma Rp52 triliun,” pungkasnya. Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan data transaksi nasabahnya mulai Maret 2016 berimbas negatif bagi bisnis PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, kebijakan itu membuat banyak nasabah ketakutan sampai akhirnya menutup kartu kredit miliknya pada bank dengan kapitalisasi terbesar di Indonesia itu. "Sejak peraturan itu berlaku ada 3 kali lipat penutupan kartu kredit BCA, mutasi harian kami turun dari Rp147 miliar per hari langsung turun ke Rp120 miliar," ujar Jahja di Jakarta, Selasa (17/5).

Jahja menduga penutupan tersebut dilakukan oleh para nasabahnya akibat adanya kekhawatiran transaksi kartu kreditnya akan ditelisik oleh otoritas pajak. Ditambah adanya efek kejut yang dirasakan oleh para nasabah yang pola pikirnya masih konvensional. "Berarti, dalam tanda petik ada dari mereka (yang menutup kartu kredit) karena selama ini pelaporan pajaknya tidak benar, tapi ada juga yang zero effect, mereka sudah tidak berpikir lagi wah ini bahaya, ya sudah mereka main tutup saja," kata Jahja.

Ia menilai diterbitkannya aturan tersebut menjadi contoh ketidakselarasan aturan yang dibuat oleh instansi pemerintah. Sebab di sisi lain, otoritas moneter dan jasa keuangan tengah meningkatkan pola transaksi tanpa menggunakan uang tunai yang salah satunya akan digenjot melalui penggunaan kartu kredit. "Padahal Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang meningkatkan cashless society atau bagaimana mengurangi peredaran uang tunai biar lebih efisien. Ini yang menjadi dilematis dan menjadi satu hal yang tidak match antar regulasi," jelas Jahja.

No comments:

Post a Comment