Tuesday, May 17, 2016

Pemerintah Segera Hapus Pajak Bunga Obligasi

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menghapus Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga obligasi. Rencana akan dimasukkan dalam pengajuan revisi undang-undang (UU) PPh kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menjelaskan, asal muasal munculnya rencana kebijakan ini adalah besarnya yield atau keuntungan yang didapatkan investor saat membeli obligasi.

Ada indikasi bahwa pengenaan PPh menjadi penyebab utamanya. Tarif PPh dikenakan 15% untuk wajib pajak dalam negeri dan 20% untuk wajib pajak luar negeri. "Makanya kita kaji bagaimana dampak selama ini pengaruh dari PPh atas kupon SBN (Surat Berharga Negara). Apakah itu menambah pendapatan pajak (negara) atau menambah bunga atau tidak. Kalau nambah bunga kan sama saja," ujarnya di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (17/5/2016).

Robert menyatakan, dalam teorinya yield memang ditentukan oleh pasar. Namun, saat obligasi diterbitkan maka ada kesempatan bagi investor untuk meminta besaran yield. Kesempatan ini yang memungkinkan investor meminta yield lebih tinggi. Menurutnya, hal itu bukan sebuah kesalahan. Sebab kesepakatan oleh investor dianggap sebagai pembentukan harga di pasar keuangan.

"Kalau investor banyak, kemudian powerful kan bisa mendikte yield juga," sebut Robert. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk menghapus Pajak Penghasilan (PPh) atas kupon obligasi. Maka itu diperlukan revisi atas Undang-undang (UU).
Sekarang PPh ditetapkan 15% untuk wajib pajak dalam negeri dan 20% untuk wajib pajak luar negeri.

"Kalau (penghapusan PPh) itu memang on the pipe line," ungkap Suahasil Nazara, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (17/5/2016). Menurut Suahasil, kebijakan tersebut akan mendorong penurunan permintaan imbal hasil oleh investor. Sebab pajak merupakan beban bagi investor yang harus diganti dengan imbal hasil.

"Prinsip utamanya, kalau obligasi dikenakan pajak pasti investor berpikir ada pajaknya 20%. Berarti mereka minta return-nya naik 20% kan. Jadi harganya jadi naik semua," terangnya. Suahasil mengakui, negara akan kehilangan penerimaan negara. Namun, bila dilihat secara komprehensif, kebijakan tersebut sangat menguntungkan. "Sebagian investor lihat obligasi pemerintahnya segitu, corporate-nya juga segitu. Kalau kita hilangkan, semuanya turun yield-nya. Jadi menguntungkan buat semua," kata Suahasil.

No comments:

Post a Comment