Monday, May 16, 2016

Indonesia Ternyata Masih Mengimport Garam

Indonesia seakan tidak ada artinya memiliki lautan yang luas, bila ternyata hingga sekarang masih mengimpor garam. Walaupun judulnya adalah garam untuk industri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garam impor yang masuk ke dalam negeri mencapai 95.263 ton dengan nilai US$ 3,7 juta. Bila dibandingkan dengan bulan lalu, memang ada penurunan cukup signifikan. Tercatat Maret 2016, impor garam adalah 276.299 ton dengan nilai US$ 11,4 juta.

Berikut asal negaranya:
  • Australia 94.345 ton senilai US$ 3,4 juta
  • India 336 ton senilai US$ 19 ribu
  • Selandia Baru 431 ton senilai US$ 175 ribu
  • Inggris 49 ton senilai US$ 9.023
  • Singapura 1,8 ton senilai US$ 8.443
  • Negara lainnya 99,7 ton atau US$ 26.617

Indonesia masih sangat bergantung terhadap garam impor meski garis pantainya panjang. Garam tersebut dipergunakan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri. Dalam tiga bulan pertama di 2016 (Januari-Maret), garam yang diimpor Indonesia sebanyak 453.968 ton, dengan nilai US$ 17,8 juta.

Demikian laporan bulanan Badan Pusat Statistik (BPS). Bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terlihat ada peningkatan yang cukup signifikan. Volume impornya sebesar 391.344 ton dengan nilai US$ 17,3 juta.

Berikut daftar negara pemasok garam impor ke. Indonesia:

1. Australia
Volume: 387.412 ton
Nilai: US$ 16,02 juta

2. India
Volume: 47.978 ton
Nilai: US$ 1,6. Juta

3. Selandia Baru
Volume: 401 ton
Nilai: US$ 165.544

4. Inggris
Volume: 98 ton
Nilai: US$ 17.955

5. Singapura
Volume: 23 ton
Nilai: US$ 13.423

6. Akumulasi negara lainnya
Volume: 54 ton
Nilai: US$ 22.746


DPR menggelar paripurna ke-21 masa tahun sidang 2015-2016. Paripurna ini mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam menjadi Undang-Undang.

RUU ini dibahas Komisi IV bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam prolegnas 2016, RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam termasuk bersama 39 RUU lain. Sebelum disetujui, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, selaku pimpinan menanyakan kepada anggota dewan yang hadir di paripurna.

"Apakah RUU Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam ini dapat disetujui menjadi Undang-Undang?" tanya Fadli di ruang Paripurna, Nusantara II, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2016). Para anggota dewan yang hadir pun serentak menjawab setuju agar RUU ini menjadi UU. Fadli kemudian mengetuk palu sebagai tanda setuju dan pengesahan.

Dalam laporannya, Ketua Komisi IV, Edhy Prabowo mengatakan, selama ini kalangan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam kurang memiliki kesejahteraan dan minim prasarana. Dengan adanya UU ini, ia yakin bisa membantu masyarakat yang punya mata pencarian di tiga bidang tersebut. "UU ini mendorong penguatan usaha yang mandiri, produktif, modern, dan melestarikan lingkungan. Karena selama ini para nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam melakukan cara tradisional untuk meningkatkan nilai produk dengan harga jual yang rendah," ujar Edhy.

Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti sebagai perwakilan pemerintah mengapresiasi pengesahan UU ini. Susi berharap, UU tersebut bisa memberikan kepastian hukum dan dapat mengurangi angka kemiskinan. "Ini hari bersejarah dan menunjukkan komitmen dalam perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, penambak garam. Ini memberikan jaminan kepastian hukum," tutur Susi.

Selain pengesahan bahas RUU Nelayan dan Petambak Garam, paripurna juga menyepakati dua RUU menjadi usul inisiatif DPR. Setelah masing-masing fraksi menyampaikan secara tertulis, dua RUU disetujui.  Kedua RUU tersebut yaitu RUU Pertanahan yang merupakan usul inisiatif Komisi II serta RUU Karantina, Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dari Komisi IV.

No comments:

Post a Comment