Thursday, May 12, 2016

Keuntungan Membeli Rumah Lewat KPR Syariah

Perbankan syariah telah cukup lama hidup di Indonesia, namun perkembangannya dirasa kurang signifikan dan belum bisa mengimbangi perkembangan bank konvensional. Salah satu masalahnya adalah kurangnya edukasi kepada masyarakat terhadap produk-produk yang ditawarkan keuangan syariah termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Padahal, menurut Departement Head Consumer Bank Syariah Mandiri Widodo Darojatun, banyak keuntungan yang bisa didapat bila menggunakan KPR Syariah. "Pertama adalah dari sisi cicilan, KPR Syariah itu bisa memberikan cicilan fixed (tetap) selama proses kredit," kata dia dalam diskusi Chat After Lunch di Hong Kong Cafe, Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Hal ini berbeda dengan KPR konvensional yang besaran cicilannya akan berubah dan cenderung meningkat seiring dengan tingkat inflasi dan kenaikan suku bunga perbankan setiap tahunnya. "Hal ini dikarenakan pada KPR Syariah, margin KPR sudah dihitung di awal. Sehingga besaran cicilannya tinggal dibagi dengan lama masa cicilannya. Jadi nggak ada kenaikan seperti di Bank Konvensional," kata dia.

Keuntungan kedua adalah besaran fasilitas pinjaman alias plafon yang bisa diterima nasabah. Menurut Widodo, KPR Syariah lebih longgar dalam memberikan fasilitas pinjaman yakni bisa memberikan besaran pembiayaan yang lebih besar ketimbang bank konvensional. "Lebih besarnya berapa? Sekitar 5%. 5% itu lumayan loh. Kalau dia beli rumah Rp 1 miliar, dia bisa hemat sekitar Rp 50 juta," ujar dia.

Ia mencontohkan, pada bank konvensional persetujuan pinjaman diberikan sebesar 80% dari nilai rumah yang akan dibeli. Maka pada bank syariah besarannya bisa mencapai 85%.Pasar properti di Indonesia masih terbuka sangat luas. Sayangnya, keterlibatan perbankan syariah untuk mendukung pembiayaan di sektor ini belum maksimal.

Hal ini dibuktikan dengan masih minimnya pengembang yang menggunakan rujukan pembiayaan syariah untuk pembiayaan Kredit Pembiayaan Perumahan (KPR). "Hal ini dikarenakan masih banyak orang yang belum mendapat pemahaman utuh tentang pembiayaan syariah termasuk untuk pembiayaan perumahan. Ini mungkin yang menyebabkan orang masih enggan menggunakan pembiayaan syariah untuk KPR," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sholahudin Ayubi di Hong Kong Cafe, Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Dalam diskusi di Hong Kong Cafe, Jakarta bertajuk Chat After Lunch yang digagas Gaung Communication hari ini, diulas mengenai kendala yang menyebabkan masih minimnya keterlibatan pembiayaan syariah di sektor perumahan. Menurut Sholahudin, kendala yang ada bukan hanya datang dari masyarakat yang sama sekali masih buta tentang sistem syariah, melainkan juga datang dari mereka yang sebenarnya sudah mendapat pengetahuan soal pembiayaan syariah.

"Tapi mereka masih mempertanyakan apakah KPR syariah ini sudah memenuhi prinsip syariah. Ini syar'i atau tidak? Misalnya apakah pakai DP itu boleh atau tidak dalam KPR Syariah dan seterusnya," ujar dia. Di sisi masyarakat, rendahnya pemanfaatan sistem keuangan syariah untuk pembiayaan KPR disebabkan oleh sedikitnya pilihan produk pembiayaan yang ada. Sehingga dipandang kurang menarik minat masyarakat.

"Kertika kita mencari pembiayaan syariah untuk KPR, yang kita temui itu masih sedikit pilihannya ya," ujar Wanda Hamidah mewakili elemen masyarakat. Sementara dari sisi perbankan, diakui memang saat ini masih diperlukan inovasi-novasi baru untuk menghadirkan produk-produk pembiayaan syariah yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat.

"Memang harus diakui bahwa produk yang ada belum terlalu memenuhi market fit (bisa menjawab kebutuhan pasar). Jadi memang inovasi perlu terus dikembangkan untuk mencapai market fit tadi," ujar Grup Head Consumer Bank Syariah Mandiri Jeffry Prayana. Dengan perhitungan tersebut, seseorang yang membeli rumah dengan harga Rp 1 miliar, maka dia bisa mendapat fasilitas pinjaman sebesar Rp 850 juta dari bank syariah. Sementara dari bank konvensional dia hanya mendapat Rp 800 juta.

"Kan lumayan ia bisa hemat bayar uang muka Rp 50 juta. Kalau di syariah hanya bayar Rp 150 juta, di konvensional dia bayar Rp 200 juta. Sayangnya, menurut dia, memang ada keterbatasan perbankan syariah dalam melakukan komunikasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Sehingga keunggulan-keunggulan bank syariah tersebut kurang mendapat tempat di masyarakat.

"Contohnya pernah satu ketika ada seorang sopir taksi bertanya ke saya, apa sih bank syariah? Kalau olehcustomer service pasti diberi penjelasan panjang lebar. Kalau saya memilih penjelasan yang sederhana. Bank syariah itu, ibarat makanan yang diberi label halal," tutur Widodo.

Dengan penjelasan itu, sang sopir taksi lebih memahami arti dari bank syariah. Harusnya, kata Widodo, komunikasi yang sederhana itu bisa juga diterapkan pada KPR syariah, sehingga masyarakat bisa lebih tertarik dan mau memanfaatkan fasilitas pembiayaan ini. "Memang harus ada inovasi-inovasi termasuk dalam hal komunikasi. Supaya orang mau dan menggilai produk syariah ini. Sekarang memang kendalanya, inovasi itu belum masif," pungkas dia.

No comments:

Post a Comment