Sunday, May 29, 2016

BI Prediksi Penjualan Selama Ramadan Menurun

Bank Indonesia (BI) melihat risiko penurunan konsumsi sepanjang bulan Ramadan tahun ini. Hal itu tercermin dari turunnya penjualan dan persediaan (inventory) sektor privat. “Kami melihat ada beberapa perusahaan publik yang penjualannya agak turun dan kami juga mengamati inventory-nya. Jadi memang (konsumsi) sedikit menurun,” tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di kompleks perkantoran BI, Jumat (27/5).

Kendati demikian, menurut Agus, konsumsi Ramadan bisa terdongkrak oleh pencairan gaji ke-13 dan ke-14 Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasalnya, pencairan kedua gaji tersebut akan meningkatkan belanja pemerintah sekaligus menambah daya beli masyarakat. “Kami melihat bahwa kalau nanti gaji ke 13-14 dibayarkan Juni 2016 tentu ini akan membantu pengeluaran, artinya konsumsi akan lebih baik,” ujar mantan Menteri Keuangan ini.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun Anggaran 2016 dan RPP tentang Pemberian Gaji Ke-13 saat ini masih dalam proses pengesahan. Rencananya, pencairan gaji ke-14 akan dilakukan pada Juni 2016. Sementara, pencairan gaji ke-13 akan dilakukan pada Juli.

Di sisi tekanan inflasi, Agus menilai inflasi Ramadan tahun ini bakal berada dalam kendali pemerintah. Inflasi bulan ini pun diperkirakan hanya ada di level 0,19 persen. Hal itu membuat Agus optimistis target inflasi tahun ini, empat plus minus satu persen, akan tercapai. Lebih lanjut, Agus mengungkapkan BI dan pemerintah telah berkoordinasi intensif untuk mengendalikan harga bahan pangan yang rentan naik jelang Ramadan dan perayaan lebaran. Koordinasi itu ada di dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi baik di pusat dan di daerah.

“Ada daerah-daerah yang kalau kami tidak melakukan koordinasi bisa ada inflasi yang cukup tinggi tetapi kami melakukan koordinasi itu dan bahkan kami sudah lebih tajam ke lima komoditas utama dari beras, daging sapi, bawang merah, cabai dan juga daging ayam,” ujarnya. Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Mei 2016 ada di level 0,1 persen. Angka survei minggu ketiga itu meningkat dibandingkan bulan lalu yang tercatat deflasi 0,45 persen.

“Kemarin (April) kan habis deflasi. Inflasi 0,1 persen kan kecil masih di bawah target 4 persen year-on-year," tutur Juda Agung, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI di Jakarta, Selasa (24/5). Menurut Juda, inflasi musiman tersebut dipicu oleh harga bahan pangan (volatile food) yang biasa naik menjelang ramadan dan perayaan lebaran.

"Inflasi ini harus dikendalikan. Tahun lalu, inflasinya bagus, kami bisa mengendalikan inflasi volatile food jelang lebaran," ujarnya. Jelang ramadan tahun lalu, BI mencatat terjadinya inflasi 0,5 persen. Sementara, inflasi Juni 2015 ada di level 0,54 persen. Lebih lanjut, Juda mengungkapkan bank sentral akan terus berkoordinasi dengan pemerintah baik di tingkat pusat melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) maupun daerah melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) guna mengendalikan harga jelang lebaran.

"Mulai tahun ini, dengan upaya baik di pusat maupun di daerah, TPI, TPID, semua dikerahkan untuk mengendalikan agar harga-harga tidak naik menjelang lebaran," ujarnya. Sebagai informasi, tahun ini, BI menargetkan inflasi ada di level 4 plus minus 1 persen. Sementara, pemerintah mengasumsikan inflasi sepanjang 2016 ada di level 4,7 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Tahun lalu, inflasi nasional tercatat 3,35 persen.

No comments:

Post a Comment