Banyak masyarakat yang masih keliru antara pengertian redenominasi mata uang dengan sanering. Sesungguhnya, dua kebijakan tersebut merupakan dua hal yang sangat berbeda. Berikut penjelasan mengenai redenominasi dan sanering.
Redenominasi berarti menyederhanakan pecahan mata uang dengan mengurangi digit nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya Rp 100.000 disederhanakan menjadi Rp 100 saja, dengan menghilangkan 3 buah angka nol yang paling belakang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat.
Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai uang, sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kebijakan ini biasanya dilakukan dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat. Adapun tujuan redenominasi rupiah adalah guna mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi. Sementara itu, sanering dilakukan untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat harga-harga yang mengalami lonjakan.
Awalnya Pemerintah dan BI berencana menjalankan tahapan redenominasi dalam tiga bagian. Pertama, tahap persiapan yang berlangsung selama tahun 2013. Kedua, tahap transisi yang berjalan mulai 2014 hingga 2016. Ketiga, tahap kelar (phasing out) antara tahun 2017-2020.
Namun hingga sekarang, kebijakan tersebut menjadi tidak jelas nasibnya. Hal itu seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, ditambah dengan kondisi politik menjelang Pemilu. Ekonom Tony Prasetiantono mengatakan, untuk sementara ini kebijakan redenominasi rupiah dilupakan saja. Ia menyebutkan, persyaratan-persyaratan untuk melaksanakan kebijakan tersebut masih belum dipenuhi.
"Menurut saya bisa dilakukan setelah stabil, bukan setelah pemilu tapi setelah stabil dulu. Karena pemilu memang membuat stabil, artinya confidence meningkat," kata Tony di Jakarta, Senin (3/2/2014). Menurut Tony, saat ini yang harus dibangun adalah kepercayaan diri terlebih dahulu sebelum melaksanakan redenominasi rupiah. Membangun kepercayaan tersebut, lanjutnya, bisa berupa berbagai kebijakan seperti adanya presiden dan kabinet baru.
"Building confidence bisa dari membaiknya fundamental ekonomi. Tapi juga karena ada sentimen presiden bagus, kabinet bagus, dan kabinet bagus," ujarnya. Tony juga mengingatkan, presiden terpilih tidak menjadikan kabinetnya sebagai ajang barter. Karena hal itu bisa membuat kabinet tidak bisa bekerja dengan baik.
"Feeling saya begitu harapan masyarakat terpenuhi dengan presiden baru, akan cepat itu (redenominasi diberlakukan). Saat ini menurut saya sentimen. Kalau ada kabinet bagus makin cepat lagi," kata dia.
No comments:
Post a Comment