Wednesday, May 14, 2014

Dua Proyek Smelter Terhambat Karena Perusahaan Tambang Tidak Mau Menjual Bahan Baku

Rencana pembangunan smelter(pabrik pengolahan konsentrat) tembaga PT Indosmelt dan PT Nusantara Smelting menemui jalan buntu. Meski telah memilikiconditional sales-purchase agreement (CSPA) dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara, kedua perusahaan belum juga mendapat kepastian jumlah pasokan konsentrat tembaga.

"Sejak Maret deadlock, karena pemerintah terlalu berpihak kepada PT Aneka Tambang dan menginginkan Antam mencaplok 1,6 juta ton konsentrat yang diproduksi Freeport," kata Presiden Direktur Indosmelt, Natsir Mansyur, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 14 Mei 2014.

Natsir mengatakan dalam CSPA, Indosmelt berencana membangun smelter yang akan mengolah 500 ribu ton konsentrat tembaga untuk menghasilkan 120 ribu ton katoda tembaga per tahun. Sementara Nusantara Smelting akan mengolah 800 ribu ton konsentrat tembaga untuk menghasilkan 200 ribu ton katoda tembaga per tahun.

PT Freeport Indonesia memiliki produksi 2,8 juta ton per tahun. Selama ini, sebanyak 1,2 juta ton konsentrat tembaga produksi Freeport di PT Smelting Gresik. Belakangan, Freeport dan Antam mengkaji rencana kerja sama membangun smeltertembaga berkapasitas 1,6 juta ton tembaga. "Kami tak masalah ada pemain baru. Tapi, seharusnya pemerintah mengamankan pasokan bahan baku untuk ketiga perusahaan ini, jangan semuanya untuk Antam," kata Direktur Nusantara Smelting Juangga Mangasi.

Juangga mengatakan sementara ini baru pasokan dari Newmont untuk Nusantara Smelting yang sudah disepakati. Rencananya, smelter Nusantara Smelting yang akan dibangun di Gresik, Jawa Timur, akan mendapat 50 ribu ton konsentrat per tahun dari Newmont. "Kami menghargai komitmen dengan Newmont ini, meskipun dari segi jumlah belum mencukupi skala keekonomian," kata Juangga.

Natsir mengimbuhkan sebagai regulator, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral seharusnya tak condong berpihak ke satu pihak. Juanda menimpali, pihaknya juga sudah bersedia jika harus mengurangi kapasitas smelter menjadi 500 ribu ton konsentrat tembaga per tahun.

"Sudah jalan enam bulan, peraturan pemerintah juga belum jelas. Jangan-jangan sampai 2017 nanti smelter juga tidak terbangun," kata Natsir.

Baik Nusantara Smelter maupun Indosmelt mengaku sudah merogoh kocek masing-masing sekitar Rp 250 miliar. Dana tersebut untuk persiapan awal seperti studi awal dan uang muka peralatan dan kontraktor. Kedua perusahaan juga sudah mulai membebaskan lahan untuk lokasi pabrik. Dengan kebuntuan ini, rencana peletakan batu pertama Indosmelt yang dijadwalkan pada Juli 2014 dan Nusantara Smelting pada Agustus 2014 diperkirakan tertunda.

"Akhirnya stagnan lagi karena pemerintah tidak cerdas mengelola neraca bahan baku. Bisa hilang kiri-kanan ini namanya. Smelter enggak dapat, ekspor Freeport juga enggak jalan," kata Natsir.

No comments:

Post a Comment