Meski Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah di depan mata, namun baru tenaga kerja di sektor jasa pariwisata dan buruh kasar murah yang dianggap paling siap menghadapinya pada 2015. Hal ini berbeda dibandingkan dengan tenaga kerja jasa dari sektor lain, seperti jasa keinsiyuran, arsitektur, keperawatan, praktisi medis, akuntansi, dan tenaga kesehatan.
Berdasarkan data dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, saat ini tenaga kerja sektor pariwisata sudah mempunyai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), lembaga pendidikan, dan latihan serta Lembaga Sertifikasi Profesi.
"Sektor pariwista tak masalah jika sudah menandatanganimutual recognition agreement (MRA)," kata Sumarna Abdurahman Ketua Komite Tetap Sistem Sertifikasi Kompetensi SDM saat dihubungi. Sumarna justru mengkhawatirkan tenaga kerja di sektor medis dan akuntansi. Di sektor ini pemerintah sudah menandatangani MRA, padahal Indonesia belum memiliki lembaga-lembaga sertifikasi dan lembaga pendidikan yang memadai untuk bersaing dengan tenaga-tenaga tersebut. "Pemerintah terlalu besar kepala. Merasa sudah siap dengan tandatangani MRA. Padahal dalam negeri belum siap," kata Sumarna.
Untuk mengatasi ketidaksiapan tenaga kerja di sektor lain, pemerintah sebenarnya bisa mengeluarkan regulasi dalam negeri (domestic regulatory). Tujuannya untuk menghadang kehadiran tenaga kerja asing masuk Indonesia. "Misalnya, tenaga kerja yang masuk harus bisa Bahasa Indonesia. Sekarang, antisipasi semacam itu belum dibuat pemerintah," ujarnya.
Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean 2015, negara-negara Asean sepakat membuka kesempatan tenaga-tenaga kerja masuk ke sesama negara anggota. Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diperkirakan menjadi salah satu tujuan negara yang diminati tenaga kerja saing. Diperkirakan pada 2015, tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri 1.518.687 orang, sedangkan Indonesia akan kedatangan tenaga kerja asing 158.485 orang.
No comments:
Post a Comment