Emiten keramik, PT Mulia Industrindo Tbk, memutuskan tidak membagi dividen. Perseroan menderita kerugian yang semakin besar pada tahun buku 2013. Direktur Keuangan Mulia Industrindo Henry Bun mengatakan tahun lalu perusahaan mencatat kerugian Rp 474 miliar, meningkat 1.480 persen dibandingkan dengan rugi pada 2012 sebesar Rp 30 miliar.
“Belum tahu kapan bisa bagi dividen lagi. Tergantung profitkami ke depan seperti apa,” katanya saat konferensi pers di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Senin, 19 Mei 2014.
Menurut Henry, kerugian terjadi karena depresiasi nilai tukar rupiah sepanjang 2013. Tahun lalu, nilai tukar rupiah menembus Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat. Akibatnya, perseroan mencatat rugi kurs sebesar Rp 627,4 miliar, melonjak dibandingkan dengan kerugian kurs tahun 2012 sebesar Rp 252,3 miliar.
Henry mengatakan untuk memperoleh keuntungan, kurs yang ideal bagi perseroan berkisar Rp 10.000 per dolar AS. Meskipun posisi kurs rupiah terhadap dolar saat ini sekitar Rp 11.500, Henry mengatakan kondisi ini cukup membantu perseroan mengembalikan ke posisi laba. "Kalau dilihat dari laba usaha, kami meningkat," ujar Henry.
Laba usaha PT Mulia Industrindo naik sekitar 48 persen menjadi Rp 481,9 miliar pada 2013. Sedangkan pada 2012 hanya Rp 324,9 miliar.
Kerugian perseroan tahun lalu juga dikarenakan dampak krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat. Pasar ekspor Mulia Industrindo di Amerika turun dan harga jual ekspor juga anjlok signifikan. "Makanya sekarang kami mengurangi ekspor ke Amerika," ujarnya.
No comments:
Post a Comment