Tuesday, May 6, 2014

Nasabah Tunggu 8 Tahun Agar Bakrie Life Mau Berjanji Melunasi Hutang

PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) menganggap janji perusahaan melunasi utang-utangnya hanya angin surga belaka. Pasalnya, janji tersebut sudah sering dihembuskan dari 8 tahun lalu namun tak kunjung terlaksana  Salah satu nasabah Bakrie Life, Wahjudi mengaku, nasabah-nasabah sudah sering dijanjikan hal yang sama tapi tak ada realisasinya. "Janji seperti itu, ngomong begitu sudah dari 8 tahun lalu jadi ini hanya angin surga saja," kata Wahjudi saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Selasa (6/5/2014).

Menurut dia, saat ini pihaknya bersama sekitar 200 nasabah lainnya tinggal menunggu bukti tersebut. Wahjudi masih terus menunggu niat baik Bakrie Life untuk bisa memenuhi kewajibannya. "Saya pikir kalau mereka punya iktikad baik dia akan mencari nasabahnya dan meminta maaf kemudian melunasi utang-utangnya. Kami baru percaya kalau ada bukti. Kami tunggu," terang dia.

Pihak Bakrie Life menjanjikan untuk melunasi utang-utangnya senilai Rp 260 miliar pada bulan Juni 2014. Saat ini, pihak Bakrie Life mengaku terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait hal ini.PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) masih mencari cara untuk melunasi utang-utangnya kepada nasabah produk Diamond Investa senilai Rp 260 miliar.

Direktur Utama Bakrie Life Timoer Soetanto mengungkapkan, salah satu opsi untuk bisa melunasi utang perusahaan adalah dengan melepas aset berupa tanah seluas 80 hektar di Makassar milik Bakrie Capital. Tanah ini dinilai memiliki prospek yang menguntungkan.

"Ada beberapa aset yang bisa dilepas untuk bayar utang, ini aset yang masih bebas belum terikat perusahaan publik. Ada Bakrie Capital, ada tanah 80 hektar di Makassar, itu bisa juga dimasukkan buat melunasi utang Bakrie Life. Ada back-up yang sebenarnya bisa dijual untuk kita," jelas Timoer, Selasa (6/5/2014).

Menurutnya, tanah ini punya prospek yang menjanjikan. Nilai tanahnya ditaksir mencapai Rp 220 miliar. Tanah ini lokasinya dinilai strategis dekat dengan pantai dan pelabuhan. Selain itu, akses menuju bandara juga mudah karena dekat dengan akses tol. Diperkirakan, tanah ini nantinya bisa digarap menjadi kawasan wisata.

"Itu tanahnya prospeknya bagus tapi kondisinya masih mentah perlu diolah dulu. Nilai tanahnya sekitar Rp 220 miliar, kalau dijual dengan uang itu bisa melunasi utang Bakrie Life. Itu bisa dibuat daerah wisata karena lokasinya dekat dengan pinggir pantai dan dekat dengan tol, dekat lapangan terbang dan pelabuhan bisa jadi seperti kawasan wisata, tapi harus ada investor besar untuk mengembangkan ini jadi mesti ada partner," paparnya.

Selain tanah, Timoer menyebutkan, hal lain yang bisa dilakukan untuk bisa melunasi utang perusahaan melalui pembagian dividen. Dividen yang diterima para pemegang saham dari Grup Bakrie bisa menjadi alternatif pembayaran utang Bakrie Life. "Jadi pilihannya bisa juga menjaminkan harga sahamnya, jika saham naik bisa dijaminkan untuk melunasi utang. Atau cara lain misalkan porsi pembagian dividen yang dibagikan ke pemegang saham dibayarkan ke kita untuk melunasi utang," kata Timoer.

Induk dan anak usaha Grup Bakrie telah meraup keuntungan yang cukup tinggi di triwulan I-2014. Lantas, apakah keuntungan perusahaan-perusahaan Grup Bakrie ini bisa dipakai untuk melunasi utang-utang sesama perusahaan satu grup?

Induk usaha Grup Bakrie, yaitu PT Bakrie dan Brothers Tbk (BNBR) yang melaporkan laba Rp 665 milar di tiga bulan pertama 2014, melonjak 15.267%. Laba ini didorong oleh bergesernya fokus perusahaan ke sektor usaha berbasis manufaktur dan pengembangan infrastruktur setelah sebelumnya mengandalkan sektor lain seperti pertambangan, sawit, properti, dan lain-lain.

Anak-anak usahanya yang lain juga mengalami kinerja yang positif, seperti PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), dan lainnya. Sedangkan kinerja anak usahanya di sektor tambang masing lesu. Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) Timoer Soetanto menilai, meskipun secara grup meraup keuntungan, namun tidak lantas bisa 'membantu' perusahaan lain yang satu grup untuk bisa melunasi utang-utangnya.

"Laba perusahaan secara grup naik, tapi tetap ya nggak bisa dipakai, kalau bayar pakai uang perusahaan itu, ya melanggar namanya," ujar Timoer saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/5/2014). Menurut dia, setiap perusahaan meskipun dalam satu grup punya hak dan kewajiban masing-masing termasuk dalam pembayaran utang. Terlebih, jika perusahaan tersebut sudah tercatat di bursa efek, ada pemegang saham publik yang harus dimintai persetujuannya dalam melakukan keputusan perusahaan.

"Karena kalau kita memakai uang grup yang sudah listed company untuk membayar utang kita, itu melanggar. Kayak BTEL, agak susah ya kalau untuk listed company, kita terikat dengan aturan juga, karena masing-masing perusahaan punya dapur sendiri-sendiri," katanya. Timoer menyebutkan, salah satu opsi untuk bisa melunasi utang-utang perseroan yang saat ini mencapai Rp 260 miliar perlu dilakukan penjualan aset bebas.

"Mungkin dengan cara jual aset, tentunya aset yang belum terikat. Ada beberapa aset yang bisa dilepas untuk bayar utang, ini aset yang masih bebas belum terikat perusahaan publik," kata Timoer. Saat ini, sisa utang Bakrie Life tinggal Rp 260 miliar dari total utang senilai Rp 420 miliar. Timoer berjanji akan melunasi semua utangnya ini Juni 2014 mendatang.

No comments:

Post a Comment