Friday, May 16, 2014

Jokowi vs Prabowo di Mata Pelaku Pasar Keuangan

Dua calon kuat akan maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) RI Juli mendatang, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo. Bagaimana pandangan pelaku pasar atas dua calon ini? Pengamat Pasar Uang dari Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, pasar lebih pilih memantau pergerakan Jokowi sebagai capres 2014-2019.

"Sebenarnya begini, pasar kan melihat punya penilaiannya sendiri. Kalau PJokowi ini kan dilihat sebagai figur baru. Karena figur baru diharapkan ada hal baru perubahan baru," ujarnya , Jumat (16/5/2014). Pelaku pasar ingin ada pembangunan segala bidang di Indonesia. Jokowi dinilai sudah punya rekam jejak yang baik sebagai birokrat. Sehingga, pasar menilai Jokowi sudah punya pengalaman di dunia pemerintahan, berbeda dengan Prabowo.

"Kalau Prabowo ini kan belum pernah jadi birokrat. Pasar melihatnya sederhana saja, daripada yang belum pasti, mending lihat yang sudah pasti saja lah. Pasti punya pengalaman, pasti sudah pernah melakukan pembangunan," ujarnya. Hal ini juga yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat. Pagi ini dolar AS berada di kisaran Rp 11.410 per dolar AS, lebih rendah dari posisi kemarin di Rp 11.485 per dolar AS.

Sejak awal bulan ini rupiah sudah menguat lebih dari satu persen terhadap mata uang Paman Sam. Selain sentimen positif dari Jokowi, Lana menambahkan, dolar melemah karena permintaannya sedang turun. Sehingga rupiah bisa menguat terhadap dolar AS lebih kencang dibandingkan mata uang di negara-negara kawasan alias regional.

"Itu kan karena rupiah memulai dari level yang rendah. Kemarin rupiah melemah terus gara-gara hasil legislatif tidak sesuai harapan pasar. Nah, dua hari ini rupiah naik lagi karena ada sentimen positif. Naik agak kencang memang," ujarnya.Calon Presiden Republik Indonesia (RI) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Joko Widodo (Jokowi) jadi idola pelaku pasar. Jika Jokowi terpilih, nilai tukar rupiah diprediksi akan menguat terhadap dolar AS.
Menurut Kepala Riset Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, menguatnya rupiah itu akan menekan dolar AS hingga ke kisaran Rp 10.500-10.800 dalam jangka pendek. Bahkan, dalam jangka panjang dolar bisa balik ke kisaran Rp 9.000-an.

"Bisa saja lah. Kalau ditanya bisa, selalu bisa, tapi itu kan jangka panjang. Butuh proses. Kalau jangka pendeknya paling baik mungkin bisa menguat ke 10.800-10.500 itu sudah paling kuat," katanya, Jumat (16/5/2014). 

Jadi kesimpulannya mungkin menguat setelah 10-30 tahun (ha ha ha). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masuk dalam tren menguat sejak awal bulan ini. Dari awal Mei hingga perdagangan pagi ini, mata uang garuda sudah menguat 1,4%. Membuka bulan Mei ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar ada kisaran Rp 11.560 per dolar AS. Rupiah sempat jatuh ke terendahnya pada Kamis 8 Mei 2014 saat dolar berada di kisaran Rp 11.575.

Seperti dikutip dari data perdagangan Reuters, dolar AS pagi ini dibuka melemah di Rp 11.410 per dolar AS. Rentang pergerakannya tipis, dengan level tertinggi di Rp 11.430 dan terendahnya di Rp 11.400. Menjelang siang hari ini dolar AS diperdagangkan di kisaran Rp 11.415 per dolar AS. Menguatnya rupiah sejalan dengan derasnya dana asing yang masuk ke bursa sejak awal bulan ini. Investor asing melihat faktor Jokowi sebagai capres kuat dalam pemilu mendatang. Sehingga para investor asing ini berani masuk ke dalam negeri lebih awal.

No comments:

Post a Comment