Singapura akhirnya menghentikan pencetakan uang SGD 10.000. Mulai 1 Oktober uang pecahan itu tak akan lagi keluar. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyambut baik hal ini. Namun yang terpenting masa edar dipersingkat.
"Karena apabila penarikan/masa laku uang tersebut bisa tetap berlaku hingga 5 atau bahkan 10 tahun lagi, maka tentu peredaran bilyet uang Sin $ 10.000 itu tetap masih dikategorikan sebagai ancaman terhadap upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang, khususnya di Indonesia," urai Kepala PPATK Agus Santoso, Sabtu (5/7/2014).
Menurut Agus, PPATK juga menyampaikan kepada pihak Singapura bahwa fakta beredarnya pecahan Sin$ 10.000 di yurisdiksi Indonesia merupakan ancaman. "Kami anggap sebagai faktor ancaman (threat) dalam proses menyusun framework National Risk Assessment terutama dalam kaitannya dengan akan segera diberlakukannya ASEAN Community 2015 dan free movement of capital," urai Agus.
Agus juga menyampaikan, dengan segera dihentikannya peredaran Sin$ 10.000, pihaknya berharap kepada Monetary Authority of Singapore agar penarikan bilyet uang tersebut dari peredaran dan masa berlakunya (masa edar) bisa lebih dipersingkat.
Pusat Pelaporan Analisisi Transaksi Keuangan (PPATK) menyambut baik sikap Singapura yang akan menghentikan pencetakan uang pecahan SGD 10.000. Uang pecahan ini diketahui kerap dipakai koruptor di Indonesia dalam transaksi suap.
"PPATK menyambut baik pernyataan Ong Chong Tee, Deputy Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS) yang menyatakan bahwa Singapura tidak akan lagi mencetak pecahan 10.000 dolar Singapura mulai 1 Oktober 2014," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, Sabtu (5/7/2014).
Menurut Agus, apalagi pernyataan tersebut dikemukakan dalam forum ceramah di acara Financial Crime Seminar atas dasar Assessment dan penilaian MAS bahwa ada risiko dalam transaksi tunai yang melibatkan uang pecahan Sin Dollar dalam nominal 10.000 dolar per lembar banknote itu.
"Sebagaimana diketahui bersama, pecahan Sin$ 10.000 ini yang kira-kira setara dengan Rp 95juta-an ini sering ditemukan dalam modus pencucian uang, yaitu menyamarkan dan mengalihkan bentuk dari rupiah ke valas dalam kejahatan korupsi termasuk suap," jelasnya. Mata uang dolar Singapura pecahan 10.000 tidak jarang menjadi perbincangan hangat. Pecahan ini kerap kali menjadi sarana penyuapan dalam sejumlah kasus tindak pidana korupsi.
Terakhir, 18 Juni lalu Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk dan 5 orang lainnya ditangkap di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK mendapati uang yang berjumlah sekitar 100.000 dolar Singapura. Uang itu terbagi dalam pecahan 10.000 dan 1.000.
Kasus ini bukan yang pertama melibatkan 10.000 dolar Singapura. Dalam kasus suap Akil Mochtar (Mantan Ketua MK) dan Rudi Rubiadini (Mantan Kepala SKK Migas) pun ada mata uang ini. Ong Chong Tee, Deputy Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS), menyatakan Negeri Singa tidak akan lagi mencetak pecahan 10.000 dolar Singapura mulai 1 Oktober 2014. Pernyataan tersebut muncul kala Ong memberi ceramah di acara Financial Crime Seminar pada 2 Juli 2014.
"Kami menilai ada risiko dalam transaksi tunai yang melibatkan uang pecahan besar. Melihat risiko tersebut, MAS akan menghentikan penerbitan pecahan 10.000 dolar Singapura mulai 1 Oktober 2014," kata Ong seperti dikutip dari situs resmi MAS, Jumat (4/7/2014).
Selain alasan tersebut, MAS juga memandang saat ini sistem pembayaran berbasis elektronik yang lebih aman sudah sangat berkembang. Oleh karena itu, kebutuhan transaksi tunai dalam jumlah besar bisa dikurangi. "Tujuan kami menghentikan pencetakan uang ini bukan untuk menciptakan ketidaknyamanan. Namun diharapkan penyimpanan uang jenis ini akan semakin berkurang karena uang yang sudah terpakai akan kembali kepada kami, dan tidak ada pencetakan baru," papar Ong.
No comments:
Post a Comment