Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama Oktober 2014 tercatat US$ 83,72 per barel. Harga tersebut turun US$ 11,25 per barel dari semula US$ 94,97 per barel pada bulan sebelumnya.
Minyak jenis minas Sumatera Light Crude (SLC), misalnya, dijual US$ 84,46 per barel atau turun US$ 11,2 per barel dibanding harga September 2014. Tim Harga Minyak Indonesia Direktorat Jenderal Minyak dan Gas bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan penurunan ICP ini sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah utama di pasar internasional. "Sejumlah laporan menyebutkan adanya penurunan proyeksi permintaan minyak mentah dunia," demikian dikutip dari siaran pers Kementerian, Rabu, 5 November 2014.
Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) bulan Oktober 2014, proyeksi permintaan minyak mentah dunia memang turun menjadi 92,4 juta barel per hari. Permintaan tersebut lebih rendah 0,21 juta barel per hari dibanding proyeksi bulan sebelumnya yang sebesar 92,61 juta barel per hari.
Di sisi lain, laporan IEA juga menyebutkan, meski permintaan menurun, pasokan minyak justru meningkat. Pada September 2014, pasokan minyak mentah dunia meningkat 910 ribu barel per hari karena adanya peningkatan pasokan, baik dari negara-negara OPEC maupun non-OPEC.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Naryanto Wagimin menuturkan penurunan ICP ini paling berpengaruh pada penerimaan negara. Apalagi lifting minyak dan gas bumi nasional diperkirakan tak bakal mencapai target. "Kalau lifting turun, harga turun, penerimaan negara sudah pasti turun. Begitu saja matematikanya," katanya, kemarin.
Namun Naryanto belum berhitung seberapa signifikan dampak penurunan harga ICP tersebut pada penerimaan negara. Sebab, hingga saat ini, pemerintah belum bisa memprediksi penurunan harga akan berlangsung sampai kapan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, meminta rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi dalam waktu dekat, tidak dikaitkan dengan turunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP).
"Melihat kebijakan itu enggak cuma satu. Mikirin Indonesia itu jangka menengah dan panjang. Penurunan baru satu-dua pekan, kan enggak tahu besok lusa bagaimana," kata Askolani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2014.
Menurut Askolani, penurunan ICP memang menghemat subsidi BBM. Namun kenaikan harga BBM bersubsidi akan tetap berlangsung. "Kalau kita enggak antisipasi, susah, tahu-tahu nanti sudah masuk jurang. Pikirkan, program pemerintah (bisa) berjalan, masyarakat (jadi) terbantu," ujar Askolani.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, ICP bulan Oktober US$ 83,72 per barel. Angka tersebut turun US$ 11,25 per barel dari US$ 94,97 per barel pada bulan September 2014. ICP September pun turun US$ 4,54 per barel dibandingkan Agustus sebesar US$ 99,51 per barel. Penurunan ini adalah lanjutan tren sejak Agustus yang turun US$ 5,12 menjadi US$ 99,51 dibandingkan Juli 2014 sebesar 104,63 dolar per barel.
Proyeksinya rata-rata ICP hingga akhir tahun adalah US$ 102 - 104 per barel. Angka tersebut di bawah asumsi dalam APBN Perubahan 2014 sebesar US$ 105 per barel.
Penurunan ICP kemungkinan akan menghemat anggaran subsidi Rp 2 triliun di bawah alokasi sebesar Rp 246,5 triliun. "Dengan asumsi kebijakan masih sama, volume, kebijakan kas masih sama itu lebih rendah. Kalau kebijakan disesuaikan, volume berubah, itu (realisasi) bisa berubah," kata Askolani. Pemerintah mematok volume bensin bersubsidi sebanyak 46 juta kiloliter dengan posisi nilai tukar rupiah di kisaran Rp 11.900 per dolar Amerika.
No comments:
Post a Comment