Adapun Bank Mandiri diminta mempersiapkan diri melakukan hal yang sama pada awal tahun 2011.
”BNI duluan karena BNI lebih mendesak dibandingkan Bank Mandiri. Saya sudah memanggil kedua belah pihak sebelum mengambil keputusan. Kami dalami semuanya dan hasilnya ada pengertian dari semua pihak. Lalu, pada akhirnya kami mengambil keputusan legowo, Bank Mandiri sudah menerimanya,” ungkap Mustafa di Jakarta, Senin (4/10) di Jakarta, seusai menghadiri rapat koordinasi tentang Pengembangan Konektivitas Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Menurut Mustafa, persetujuan rights issue untuk BNI masih disertai syarat. BNI hanya bisa melakukan rights issue tahun 2010 jika proses audit laporan keuangannya diselesaikan paling akhir 15 Oktober 2010. Itu perlu karena laporan BNI yang paling akhir masih menggunakan data September 2010.
”Kami beri waktu hingga 15 Oktober 2010. Kalau tidak (selesai), lepas (kesempatan rights issue habis bagi BNI). Tanggal 15 atau tidak sama sekali. BNI sudah menyanggupi dan sudah menandatanganinya,” ungkap Mustafa.
Adapun kesempatan bagi Bank Mandiri sudah dipastikan pada tahun 2011 meskipun waktu tepatnya tidak diungkapkan.
”Sementara ini kami juga sudah memastikan porsi asing pada pembelian saham baru BNI adalah 45 persen asing dan 55 persen lokal. Untuk Mandiri, kami tentukan nanti,” ungkapnya.
Bank BNI berniat menawarkan 3,37 miliar lembar saham kepada publik untuk mendapatkan dana Rp 8 triliun sampai Rp 11 triliun.
Sementara Bank Mandiri menawarkan 2,36 miliar lembar saham dari 20,9 miliar saham dan diperkirakan akan meraup dana Rp 10 triliun sampai Rp 15 triliun dari pasar.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mekeng di Jakarta, kemarin, menegaskan, rencana rights issue oleh Bank BNI dan Bank Mandiri sebaiknya tidak dilakukan secara bersamaan pada tahun 2010. Jika keduanya melepas saham pada tahun yang sama, harga jual sahamnya menjadi tidak maksimal karena ditekan pasar.
Menurut Melchias, rights issue sangat bergantung pada momentumnya sehingga hanya bisa dilakukan secara maksimal jika harga pelepasannya bagus.
Jika Bank BNI dan Bank Mandiri melakukan rights issue bersamaan, dikhawatirkan akan menyebabkan crowding out di pasar modal. Sesuai dengan jadwal, rights issue BNI bakal dilakukan pada minggu ketiga atau keempat November. Sementara rights issue Mandiri dijadwalkan Februari 2011.
”Bayangkan jika BNI jadi melepas sekitar Rp 8 triliun dan Mandiri Rp 12 triliun, akan ada saham baru senilai Rp 20 triliun di pasar secara bersamaan. Itu jumlah yang sangat besar. Penerbit saham lain tidak akan kebagian,” katanya.
Pengamat ekonomi Tony Prasetiantono mengatakan, rights issue BNI pada bulan-bulan ini merupakan momentum yang sangat bagus. Dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang saat ini mengarah ke 3.600 (saat ini IHSG pada posisi 3.569,5), situasi sangat kondusif.
”Manajemen BNI tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memenuhi semua persyaratan. Kalau sampai tertunda, belum tentu pasar akan bullish (bergairah) seperti sekarang ini karena selalu ada potensi terjadi aksi ambil untung (profit taking), di mana investor melepaskan semua sahamnya guna mendapatkan keuntungan (gain),” ujar Tony.
Namun, tambahnya, dengan derasnya modal masuk (capital inflow) yang bisa dideteksi dari cadangan devisa yang terus meningkat dan sekarang ini mencapai 86 miliar dollar AS, serta tren penguatan IHSG tampaknya masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini. ”Jadi, BNI tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan emas, bahkan mungkin platinum, yang langka ini,” ujarnya.
Pihak Mandiri berharap BNI bisa memenuhi jadwal yang ada. Jika tidak, akan merusak harga karena diskon harga meningkat. Apabila keadaan ini terjadi, bukan mustahil pemilik modal juga akan meminta diskon saat rights issue Bank Mandiri.
Perkiraan yang ada, apabila BNI memenuhi waktu dan jadwal yang ada, proses book building sudah bisa dilakukan pada minggu ketiga Oktober sampai dengan minggu kedua November 2010. Rapat Umum Pemegang Saham BNI bisa dilakukan pada pekan kedua November untuk menyetujui rights issue.
No comments:
Post a Comment