Thursday, October 28, 2010

Kebijakan Pemerintah Harus Mendorong Pembukaan Lapangan Pekerjaan

Kebijakan pembangunan ekonomi nasional harus mampu mendorong terciptanya lapangan kerja baru mengingat Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah kemiskinan dan sulitnya masyarakat mendapat pekerjaan.

Pada saat yang sama, negara juga harus mampu mentransformasi perusahaan BUMN menjadi pemain global. Pola pikir bangsa juga harus berubah: Indonesia bukanlah negara korban perdagangan bebas, tetapi pemain ekonomi global.

Demikian pandangan yang mengemuka dalam diskusi ”Framing the Future, Repositioning the Indonesian Economic Development”, Rabu (27/10) malam di Jakarta. Diskusi diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Pakar ekonomi, yang juga Guru Besar Ekonomi UI, Anwar Nasution mengungkapkan, China maju karena kebijakan ekonominya mampu mendorong terciptanya lapangan kerja bagi ratusan juta rakyatnya. Mereka menarik investor besar-besaran, baik dengan modal asing maupun patungan.

China membebaskan bea masuk impor bahan baku yang belum bisa diproduksi di dalam negerinya asal untuk tujuan ekspor. Dengan demikian, akan banyak tersedia lapangan kerja di China yang akhirnya meningkatkan daya beli masyarakat.

”Kita membeli produk impor dari China, seperti telepon seluler yang komponennya semua diimpor. China hanya merakitnya, itu bisa mendatangkan pekerjaan. Kebijakan yang sama bisa diterapkan di Pulau Jawa dengan mengembangkan industri manufaktur,” katanya.

Di Indonesia, saat ini banyak orang yang tidak bisa bekerja. Mereka terpaksa bekerja di luar negeri sebagai pekerja kasar karena tidak memiliki keahlian. Akan lebih baik kalau pemerintah menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya ke kampung dengan menarik investasi sebesar- besarnya. ”Yang penting produk yang dihasilkan industri harus diekspor,” katanya.

Dekan FEUI Firmanzah mengatakan, ada sebanyak 31,23 juta orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, kalau menggunakan standar hidup 1,6 dollar AS, terdapat 100 juta orang Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. AS sudah menggunakan standar 5 dollar AS.

”Kita ingin ada revolusi budaya untuk membangun kembali semangat kerja. Sekarang era globalisasi, persaingan ketat, kompetisi berbasis waktu. Kalau sekarang ada perusahaan yang sudah efisien, belum tentu bisa terus menang. Persis lomba lari maraton. Ini tantangan berat bagi kita semua,” katanya.

Pemerintah India bisa memberikan jaminan orang miskin bekerja tiga hari dalam seminggu. Mereka punya kepastian untuk bekerja. Bagaimana Indonesia?

Pengusaha Mooryati Sudibyo mengatakan, yang penting dalam era globalisasi, Indonesia seharusnya memikirkan rumah tangganya sendiri. ”Sekarang ini kekayaan alam kita diekspor tanpa nilai tambah,” katanya.

Dalam perdagangan bebas ini, harus siap dengan SDM. Pendidikan harus menunjang

No comments:

Post a Comment