Wednesday, October 6, 2010

Konsorsium Tunggal TKI Diprotes Karena Bersifat Monopoli

Kalangan pengusaha jasa penempatan tenaga kerja Indonesia memprotes pembentukan konsorsium asuransi tunggal. Mereka menuntut pemerintah menambah jumlah konsorsium untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan perlindungan tenaga kerja Indonesia.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Rusdi Basalamah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/10).

”Kami ingin transparansi. Bagaimana pemerintah bisa memutuskan cukup satu konsorsium asuransi untuk melayani perlindungan puluhan ribu TKI yang ditempatkan 635 perusahaan,” ujar Yunus.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 07/MEN/ VI/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia menggantikan Peraturan Mennakertrans Nomor 23/MEN/XII/2008.

Dari proses seleksi dan verifikasi perusahaan dan konsorsium, Kemnakertrans menerbitkan Keputusan Mennakertrans Nomor KEP.209/MEN/ IX/2010 tentang Penetapan Konsorsium Asuransi Tenaga Kerja Indonesia ”Proteksi TKI”, yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya.

Adapun anggota konsorsium adalah PT Asuransi Umum Mega, PT Asuransi Harta Aman Pratama, PT Asuransi Tugu Kresna Pratama, PT Asuransi LIG, PT Asuransi Raya, PT Asuransi Ramayana, PT Asuransi Purna Artanugraha, PT Asuransi Takaful Keluarga, dan PT Asuransi Relief.

Sebelumnya, Yunus melaporkan dugaan gratifikasi berkaitan penetapan konsorsium ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Himsataki dan Apjati juga melaporkan dugaan adanya praktik monopoli ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Kepala Biro Hukum Kemnakertrans Sunarno membantah tudingan adanya monopoli. Ia menegaskan, proses seleksi dan verifikasi perusahaan serta konsorsium asuransi dilakukan dengan ketat dan menggunakan beberapa variabel utama.

Variabel tersebut, antara lain, memiliki pengalaman sebagai penyelenggara asuransi; memiliki aset terbesar di antara anggota konsorsium, paling sedikit Rp 2 triliun; serta memiliki modal paling sedikit Rp 500 miliar.

Syarat lain, kata Sunarno, memiliki kantor cabang sedikitnya 15 daerah embarkasi, fasilitas sistem pendataan online, dan deposito jaminan Rp 2 miliar. Adapun premi Rp 400.000 per TKI merupakan ketetapan Permennakertrans Nomor 07/Men/VI/ 2010.

Sunarno menjelaskan, pemerintah juga meningkatkan manfaat perlindungan bagi TKI dari Rp 10 juta menjadi Rp 15 juta per orang. Hal ini upaya pemerintah untuk memperbaiki perlindungan asuransi.

Pembenahan sistem

Kebijakan pemerintah tersebut didukung Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Menurut Ketua SBMI Miftah Farid, kebijakan baru Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi lebih memihak TKI.

”Kami menduga PPTKIS (pelaksana penempatan TKI swasta) merasa dirugikan karena tidak mendapat lagi keuntungan dari perang diskon (premi asuransi TKI). Kami meminta Mennakertrans tidak berhenti membenahi sistem pelayanan TKI,” ujarnya.

Namun, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah berpendapat lain. Ia menuturkan, Migrant Care pernah mendampingi TKI korban pemutusan hubungan kerja akibat krisis global 2009 mengklaim asuransi, tetapi tak dilayani.

Sistem perlindungan TKI, kata Anis, membutuhkan pembenahan mendasar. Konsep yang dibuat selama ini tidak bisa dipraktikkan di lapangan.

”Banyak TKI tidak tahu mereka diasuransikan dan tidak tahu nama perusahaan asuransinya. Saat bermasalah, TKI tidak tahu mengklaim ke mana. Dengan sistem yang ada saat ini, TKI tetap kesulitan mencairkan asuransi,” kata Anis.

No comments:

Post a Comment