Thursday, October 28, 2010

Kredit Property Sangat Rawan Krisis

Kebijakan keuangan yang longgar serta kesenjangan yang besar antara sektor keuangan dan kegiatan ekonomi riil akan membuat dunia akan selalu menghadapi ancaman krisis.

Di tengah dunia seperti itu, penjaminan simpanan sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Hal itu menjadi salah satu kesimpulan dari Konferensi Tahunan Asosiasi Internasional Penjamin Simpanan (International Association of Deposit Insurance) di Tokyo, Jepang, 27-28 Oktober.

Menurut Ketua Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani, untuk meningkatkan peran LPS dalam melaksanakan fungsi penjaminan, dibutuhkan beberapa amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS. ”Amandemen itu dibutuhkan agar sesuai dengan perkembangan yang ada,” katanya.

Dengan demikian, LPS dapat lebih optimal menjalankan peran dan fungsinya. Amandemen itu, antara lain, menyangkut pengawasan. Menurut Firdaus, kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan harus dijaga, salah satunya dengan penjaminan.

Kebutuhan terhadap penjaminan simpanan, menurut Guru Besar Ekonomi Universitas Keio Jepang Naoyuki Yoshino, semakin dibutuhkan. Ini untuk mengantisipasi terjadinya krisis karena perekonomian di beberapa negara dunia masih penuh dengan gelembung ekonomi.

Waspadai kredit properti

Di Jepang, indikator terjadinya gelembung ekonomi antara lain tampak dari meningkatnya rasio kredit untuk real estat terhadap total kredit perbankan, yakni dari 16 persen sebelum krisis menjadi 32,6 persen.

”Tidak sebandingnya antara pertumbuhan kredit real estat dan ekonomi riil serta semakin besarnya porsi pendapatan pekerja yang dialokasikan untuk perumahan,” ujar Yoshino.

President Institute for Monetary Affairs Jepang Toyoo Gyohten juga menyatakan, krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun 2007 dipicu oleh persoalan kredit perumahan.

”Krisis karena gelembung perumahan bukan hal baru. Itu terjadi berulang kali dan di beberapa tempat. Jadi, sebenarnya hanya drama lama, yang dimainkan di teater berbeda,” kata Toyoo Gyohten.

Krisis keuangan global tahun 2008 seharusnya menyadarkan pelaku usaha bahwa pasar tidak selalu sempurna. ”Pasar keuangan menciptakan produk dan memperdagangkannya bukan untuk tujuan memfasilitasi pasar, melainkan hanya untuk mengeruk uang,” katanya

No comments:

Post a Comment