Monday, October 4, 2010

Kehidupan Nelayan Indonesia Kian Memprihatinkan

Program pemberdayaan yang digulirkan pemerintah belum optimal menyentuh kebutuhan nelayan. Kehidupan nelayan tetap memprihatinkan.

Pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor (IPB) Istiqlaliyah Muflikhati mengungkapkan hal itu saat mempertahankan disertasi doktoralnya berjudul ”Analisis dan Pengembangan Model Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Keluarga di wilayah Pesisir Jawa Barat” di Bogor, Senin (4/10).

”Kondisi nelayan makin rentan miskin karena daya dukung sumber daya ikan terus menurun, selain perubahan iklim dan gangguan cuaca, hingga kesulitan memperoleh bahan bakar minyak,” ujar Istiqlaliyah.

Ia menjelaskan, pendapatan per kapita nelayan rata-rata hanya Rp 210.000 per bulan. Dengan pendapatan seperti itu, nelayan merupakan kelompok masyarakat yang dianggap miskin.

”Bahkan, paling miskin di antara penduduk miskin,” ujar Istiqlaliyah menegaskan.

Kemiskinan itu tecermin dari tingkat pendapatan, keterjangkauan pendidikan anak, kesehatan, dan ketahanan pangan keluarga nelayan.

Rata-rata nelayan di pantai utara Jawa hanya mengenyam pendidikan 5,96 tahun. Adapun nelayan di pantai Sepatan Jawa rata-rata bersekolah 7,24 tahun.

Proporsi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan nelayan dan keluarganya kurang dari lima persen dari total pengeluaran, sedangkan untuk konsumsi pangan 60 persen.

Kerawanan ekonomi nelayan, kata Istiqlaliyah, semakin buruk karena perilaku sebagian nelayan yang enggan menabung untuk mengantisipasi musim paceklik setiap tahun. ”Akibatnya, nelayan selalu kesulitan keuangan setiap paceklik melaut,” ujarnya.

Pemberdayaan

Menurut Kepala Pusat Studi Bencana IPB Euis Sunarti, perubahan iklim dan cuaca yang semakin ekstrem membuat aktivitas melaut nelayan turun, yaitu hanya sekitar 200 hari dalam satu tahun.

Padahal, nelayan umumnya tidak memiliki usaha sampingan selain melaut. Untuk itu, diperlukan perbanyakan pola strategi nafkah nelayan, selain, kata Euis, upaya pemberdayaan anggota keluarga nelayan.

Hal ini untuk meningkatkan kontribusi pendapatan keluarga. ”Pemberdayaan nelayan harus dapat meningkatkan nilai tambah penghasilan. Di antaranya, usaha pengolahan hasil tangkapan ikan dengan melibatkan anggota keluarga,” ujarnya.

Program pemberdayaan nelayan selama ini, kata Istiqlaliyah, cenderung diarahkan pada kelompok nelayan, di antaranya berupa bantuan kapal ikan. Padahal, pemberdayaan istri dan anak nelayan dapat dioptimalkan untuk mengolah hasil tangkap.

”Program pemberdayaan nelayan harus menyeluruh. Tidak hanya bantuan fisik, tetapi juga pembenahan perilaku, pola hidup, dan peningkatan peran ekonomi keluarga nelayan,” ujarnya.

Kepala Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB Hartoyo menegaskan, target pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir jangan menggunakan pendekatan proyek anggaran, melainkan berorientasi pada penguatan ekonomi nelayan.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Arif Satria menambahkan, program pemberdayaan nelayan selama ini belum memiliki tolok ukur yang jelas sehingga pemberdayaan kerap tidak menyentuh sasaran.

No comments:

Post a Comment