Demikian dikatakan anggota Panitia Anggaran DPR, Nursyirwan Soejono, Selasa (26/10) di Jakarta, menanggapi proses finalisasi RAPBN 2011.
Nursyirwan menegaskan, kenaikan belanja negara pada RAPBN 2011 menjadi Rp 1.229,58 triliun, dari Rp 1.126,1 triliun pada APBN-P 2010, tidak banyak berarti tanpa adanya koordinasi program yang jelas.
”Saya cenderung pesimistis dengan anggaran besar itu. Bahkan, tanpa koordinasi yang jelas, dapat saja tujuan, seperti pengentasan rakyat dari kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, dan pengurangan angka penggangguran, menjadi tidak tercapai,” ujar Nursyirwan.
Biasanya, katanya, campur tangan Bappenas hanya berhenti pada penyusunan rencana kerja pemerintah. Padahal, yang terpenting adalah koordinasi dari program lintas sektor dan subsektor.
Dicontohkan, kemacetan di Jakarta pada Senin kemarin adalah bukti dari buruknya koordinasi dan sinkronisasi dalam program dan penganggaran. ”Kita sama-sama mengerti bahwa kemacetan itu hanya dapat dituntaskan dengan transportasi massal, tetapi kok tidak ada anggarannya,” ujarnya.
Nursyirwan pun mencontohkan anggaran Ditjen Perkeretaapian yang ”hanya” Rp 4 triliun. ”Bisa apa uang Rp 4 triliun untuk kereta itu? Anggaran sekecil itu takkan mengubah keandalan transportasi kita,” katanya.
Sudar D Atmanto, Wakil Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, sependapat. ”Bappenas memang perlu terlibat dalam sinkronisasi penggunaan keuangan antarsektor dan supervisor efektivitas alokasi karena kini terlihat sekali benturan antarsektor,” ujarnya.
Sudar mencontohkan, pembangunan infrastruktur sungai, misalnya, sering kali tidak sinkron dengan penghijauan. Akibatnya, umur infrastruktur menjadi pendek dan ada investasi yang terbuang percuma.
”Akan tetapi, perlu ada revisi pada UU Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Keuangan supaya Bappenas tidak dibatasi pada perencanaan dan program saja,” kata Sudar.
Namun, dia menambahkan, antardeputi dan antardirektorat di Bappenas juga harus bersinergi dan melenyapkan semangat egosektoral. Bila tidak, penentuan program pun tak dapat dilakukan dengan proporsional.
Baik Nursyirwan maupun Sudar sama-sama berpendapat bahwa Kementerian Keuangan tidak efektif bekerja dalam mengawasi penggunaan anggaran. ”Kemkeu hanya disibukkan dengan penerimaan negara,” ujar Nursyirwan.
Sementara itu, Sudar menekankan peran Kemkeu yang hanya bertugas bagi-bagi anggaran. ”Bila anggaran tidak terserap, malah dianggap efisiensi. Harusnya anggaran itu diserap. Tegasnya, Kemkeu tidak bertugas sampai hasil dari APBN terealisasi,” katanya
No comments:
Post a Comment