Masuknya swasta asing diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan bandara terhadap publik.
”Soekarno-Hatta harus banyak direnovasi lagi. Kalau perlu, kerja sama dengan swasta. Apakah swastanya dari dalam negeri atau asing, nanti kami lihat,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar di Jakarta, Senin (4/10).
Menurut Mustafa, undang- undang penerbangan sudah memungkinkan terjadi kerja sama antara BUMN dan swasta dalam mengembangkan suatu bandara.
Saat ini ada beberapa pengelola bandara asing yang sudah menyatakan minatnya ikut mengelola Soekarno-Hatta, antara lain, pengelola Bandara Changi- Singapura dan Schiphol, Amsterdam, Belanda.
”Nanti, kami akan memilih mana yang lebih baik. Sementara ini, proses bidding (penyampaian penawaran) belum dibuka. Namun, kami sudah ada teman- teman, banyak bandara yang melamar,” tuturnya.
Selain padamnya aliran listrik, Bandara Soekarno-Hatta juga pernah dilanda kerusakan radar. Oleh karena itu, pemerintah memerintahkan percepatan pengadaan radar untuk memperkuat sistem navigasi lalu lintas udara wilayah barat Indonesia yang bernama Jakarta Automation Air Traffic System (JAATS) dari rencana awal tahun 2013 menjadi 2011.
Dari anggaran Rp 1 triliun, PT Angkasa Pura II harus menyiapkan Rp 800 miliar dari anggaran belanja modalnya.
”Sistem yang dibangun tahun 1985-1986 di Soekarno-Hatta sebenarnya telah diperbarui tahun 1996. Namun, pada awalnya masih mampu melayani 400-500 pergerakan (pesawat), sekarang sudah kewalahan karena ada 2.000 pergerakan. Jadi, yang dilayani JAATS cukup tinggi,” ungkap Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Menurut Hatta Rajasa, tindakan yang harus dilakukan direksi Angkasa Pura II adalah mempercepat penyegaran sistem dari setiap satu bulan menjadi setiap dua minggu sebagai tindakan jangka pendek.
Hatta juga menegaskan, dalam waktu dekat, pengelola JAATS dan Makassar Automation Air Traffic System akan dikeluarkan dari pengelolaan Angkasa Pura I dan II.
Pengelola barunya akan dibentuk perusahaan umum khusus yang bertanggung jawab atas pelayanan lalu lintas udara Indonesia.
Wilayah navigasi lalu lintas penerbangan nasional akan digabungkan mulai Januari 2011 sehingga tidak ada lagi dua area informasi penerbangan, yang dikenal flight information region (FIR) seperti yang berlaku di Indonesia saat ini.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo mengatakan, dengan penggabungan itu, bagian dari pendapatan kami dari unit FIR akan hilang sekitar Rp 700 miliar.
Namun, lanjut Tommy, hal itu akan disertai berkurangnya beban biaya perusahaan, terutama dari ongkos gaji navigator dan peralatan navigasi.
Saat ini, ada dua FIR di Indonesia, yakni FIR Barat yang berbasis di Bandara Soekarno- Hatta, Jakarta, dan FIR Timur yang dipantau dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Dengan adanya penggabungan tersebut, FIR akan dilepaskan dari bagian bisnis Angkasa Pura I dan II dan menjadi bisnis tersendiri pada sebuah lembaga baru. Setelah digabungkan, bisnis Angkasa Pura akan fokus pada pengelolaan bandar udara.
Penggabungan FIR akan diikuti lepasnya kontrol Singapura terhadap lalu lintas penerbangan yang keluar masuk wilayah Indonesia dari negara itu. Selama ini, pesawat yang mengudara dari Bandara Singapura atau akan mendarat ke Bandara Changi dikontrol oleh Singapura.
No comments:
Post a Comment